Sabtu, 02 April 2011

ratih andiyani

TUGAS SANITASI DAN HYGIENE





MATA KULIAH SANITASI DAN HYGIENE
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
SEMESTER III













Oleh :

RATIH ANDIYANI
NIT. 09.4.02.071







KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
BADAN PENGEMBANGAN SDM KELAUTAN DAN PERIKANAN
AKADEMI PERIKANAN SIDOARJO
2010/2011

I. SANITASI DAN HYGIENE

1.1 Sanitasi
1.1.1 Pengertian Sanitasi
Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.
Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau biologis dari penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan menggunakan solusi teknis (contohnya perawatan cucian dan sisa cairan buangan), teknologi sederhana (contohnya kakus, tangki septik), atau praktek kebersihan pribadi (contohnya membasuh tangan dengan sabun).
Definisi lain dari sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan. Sementara beberapa definisi lainnya menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber penularannya dan pengendalian lingkungan.
Pengertian sanitasi ada beberapa yaitu:
1. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.
2. Upaya menjaga pemeliharaan agar seseorang, makanan, tempat kerja atau peralatan agar hygienis (sehat) dan bebas pencemaran yang diakibatkan oleh bakteri, serangga, atau binatang lainnya.
3. Menurut Dr. Azrul Azwar, MPH, sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.
4. Menurut Ehler & Steel, sanitation is the prevention od diseases by eliminating or controlling the environmental factor which from links in the chain of tansmission.
5. Menurut Hopkins, sanitasi adalah cara pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap lingkungan.
Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sedangkan hygiene adalah bagaimana cara orang memelihara dan juga melindungi diri agar tetap sehat. Jadi dalam hal ini sanitasi ditujukan kepada lingkungannya, sedangkan hygiene ditujukan kepada orangnya.
Sanitasi : Usaha kesehatan prevenif yang menitikberatkan kegiatan kepada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.
Beberapa manfaat dapat kita rasakan apabila kita menjaga sanitasi di lingkungan kita, misalnya:
• Mencegah penyakit menular
• Mencegah kecelakaan
• Mencegah timbulnya bau tidak sedap
• Menghindari pencemaran
• Mengurangi jumlah (presentase sakit)
• Lingkungan menjadi bersih, sehat dan nyaman

1.1.2 Ruang Lingkup Sanitasi
Berdasarkan pengertiannya yang dimaksud dengan sanitasi adalah suatu upaya pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Di dalam Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992 pasal 22 disebutkan bahwa kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, yang dapat dilakukan dengan melalui peningkatan sanitasi lingkungan, baik yang menyangkut tempat maupun terhadap bentuk atau wujud substantifnya yang berupa fisik, kimia, atau biologis termasuk perubahan perilaku.
Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia, melalui pemukiman antara lain rumah tinggal dan asrama atau yang sejenisnya, melalui lingkungan kerja antra perkantoran dan kawasan industry atau sejenis. Sedangkan upaya yang harus dilakukan dalam menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan adalah obyek sanitasi meliputi seluruh tempat kita tinggal/bekerja seperti: dapur, restoran, taman, public area, ruang kantor, rumah dsb.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup kegiatan sanitasi di hotel meliputi aspek sebagai berikut:
1. Penyediaan air bersih/ air minum (water supply) Meliputi hal-hal sebagai berikut:
• Pengawasan terhadap kualitas dan kuantitas
• Pemanfaatan air
• Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui air
• Cara pengolahan
• Cara pemeliharaan
2. Pengolahan sampah (refuse disposal)
Meliputi hal-hal berikut :
• Cara/system pembuangan
• Peralatan pembuangan dan cara penggunaannya serta cara pemeliharaannya
3. Pengolahan makanan dan minuman (food sanitation)
Meliputi hal-hal sebagai berikut:
• pengadaan bahan makanan/bahan baku
• Penyimpanan bahan makanan/bahan baku
• Pengolahan makanan
• Pengangkutan makanan
• Penyimpanan makanan
• Penyajian makanan
4. Pengawasan/pengendalian serangga dan binatang pengerat (insect and rodent control)
Meliputi cara pengendalian vector
5. Kesehatan dan keselamatan kerja
Meliputi hal-hal sebagai berikut:
• Tempat/ruang kerja
• Pekerjaan
• Cara kerja
• Tenaga kerja/pekerja


1.2 Hygiene
1.2.1 Definisi Hygiene
Beberapa definisi Higiene adalah:
a) Higiene adalah seluruh kondisi atau tindakan untuk meningkatkan kesehatan (a condition or practice which promotes good health).
b) Higiene adalah tindakan-tindakan pemeliharaan kesehatan (the maintanance of healthfull practices)
c) Higiene adalah ilmu yang berkaitan dengan pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan (the sciene concerned with the prevention of illness and maintanance of health).
d) Pengertian higiene saat ini terkait teknologi mengacu kepada kebersihan (cleanliness). Higiene juga mencakup usaha perawatan kesehatan diri (higiene personal), yang mencakup juga perlindungan kesehatan akibat pekerjaan.
Kata “hygiene” berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu untuk membentuk dan menjaga kesehatan (Streeth, J.A. and Southgate,H.A, 1986). Dalam sejarah Yunani, Hygiene berasal dari nama seorang Dewi yaitu Hygea (Dewi pencegah penyakit). Arti lain dari Hygiene ada beberapa yang intinya sama yaitu:
1. Ilmu yang mengajarkan cara-cara untuk mempertahankan kesehatan jasmani, rohani dan social untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.
2. Suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada.
3. Keadaan dimana seseorang, makanan, tempat kerja atau peralatan aman (sehat) dan bebas pencemaran yang diakibatkan oleh bakteri, serangga, atau binatang lainnya.
4. Menurut Brownell, hygine adalah bagaimana caranya orang memelihara dan melindungi kesehatan.
5. Menurut Gosh, hygiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mencakup seluruh factor yang membantu/mendorong adanya kehidupan yang sehat baik perorangan maupun melalui masyarakat.
6. Menurut Prescott, hygiene menyangkut dua aspek yaitu:
• Yang menyangkut individu (personal hygiene)
• Yang menyangkut lingkungan (environment)
• Hygiene is a concept related to medicine as well as to personal and professional care practices related to most aspects of living although it is most often associated with cleanliness and preventative measures.
Dalam industry makanan/catering, penerapan standar hgiene yang tinggi perlu dilakukan dalam mengolah makanan agar mampu memproduksi makanan yang aman untuk dikonsumsi. Aman artinya bebas dari hal-hal yang membahayakan, merugikan dan bebas dari kerusakan.
1.2.2 Ruang Lingkup Hygiene
Masalah hygiene tidak dapat dipisahkan dari masalah sanitasi, dan pada kegiatan pengolahan makanan masalah sanitasi dan hygiene dilaksanakan bersama-sama. Kebiasaan hidup bersih, bekerja bersih sangat membantu dalam mengolah makanan yang bersih pula.

Ruang lingkup hygiene meliputi:
1. Hygiene perorangan
2. Hygiene makanan dan minuman
1.2.3 Hygiene Pangan
Definisi higiene pangan menurut Codex Alimentarius Commission (CAC) adalah semua kondisi dan tindakan yang diperlukan untuk menjamin keamanan dan kelayakan makanan pada semua tahap dalam rantai makanan (all conditions and measures necessary to ensure the safety and the suitability of food at all stages in the food chain).
Pengertian keamanan pangan (food safety) dalam definisi di atas adalah jaminan agar makanan tidak membahayakan konsumen pada saat disiapkan dan atau dimakan menurut penggunaannya (assurance that food will not cause harms to the consumer when it is prepared and/or eaten according to its intended use). Sedangkan kelayakan pangan (food suitability) adalah jaminan agar makanan dapat diterima untuk konsumsi manusia menurut penggunaannya (assurance that food is acceptable for human consumption according to its intended use).
Higiene daging adalah semua dan kondisi tindakan untuk menjamin keamanan dan kelayakan daging pada semua tahap dalam rantai makanan (all conditions and measures necessary to ensure the safety and the suitability of meat at all stages in the food chain)
http://ain-hygiene.blogspot.com/2009/08/pengertian-hygiene-sanitasi.html






II. KHLORIN

2.1. Deskripsi Khlorin
Dalam kimia organik, klorin adalah sebuah cincin aromatik heterosiklik yang terdiri dari tiga pirola dan satu pirolina yang bergandengan melalui empat tautan metina. Tidak seperti porfirin, klorin tidaklah aromatik pada keseluruhan cincin walaupun memiliki komponen pirola yang aromatik.
Klorin yang berkompleks dengan magnesium disebut klorofil dan merupakan pusat pigmen fotosensitif kloroplas. Senyawa terkait dengan dua pirola yang tereduksi disebut bakterioklorin. Oleh karena fotosensitivitasnya, klorin digunakan sebagai agen fotosensitif pada terapi percobaan laser kanker.
Klorin, khlorin atau chlorine merupakan bahan utama yang digunakan dalam proses khlorinasi. Sudah umum pula bahwa khlorinasi adalah proses utama dalam proses penghilangan kuman penyakit air ledeng, air bersih atau air minum yang akan kita gunakan. Sebenarnya proses khlorinasi tersebut sangat efektif untuk menghilangkan kuman penyakit terutama bila kita menggunakan air ledeng. Tetapi dibalik kefektifannya itu klorin juga bisa berbahaya bagi kesehatan kita.
Dari berbagai studi, ternyata orang yang meminum air yang mengandung klorin memiliki kemungkinan lebih besar untuk terkena kanker kandung kemih, dubur ataupun usus besar. Sedangkan bagi wanita hamil dapat menyebabkan melahirkan bayi cacat dengan kelainan otak atau urat saraf tulang belakang, berat bayi lahir rendah, kelahiran prematur atau bahkan dapat mengalami keguguran kandungan. Selain itu pada hasil studi efek klorin pada binatang ditemukan pula kemungkinan kerusakan ginjal dan hati.

2.2 Ciri-Ciri Khlorin
Sebenarnya klor adalah elemen kimia (Cl) biasa di cakrawala, tapi gas klorin (Cl2) adalah hasil penemuan dan rekayasa dari peradaban manusia. Dalam bentuk gas, klorin berwarna hijau-kuning dan dalam bentuk cairan berwarna kuning sawo . Klorin lebih berat dari udara. Klorin dibuat dari proses elektrolisa air asin dan di simpan dalam bentuk cair atau gas di bawah tekanan tertentu. Sehingga klorin merupakan bahan kimia dengan ciri ciri yang sangat reaktif dan bisa bereaksi dengan senyawa lain.
Secara kimia, klorin mempunyai nama dan ciri-ciri :
• Sinonim : klorin molekul (molecular chlorine), klorin cair (liquid chlorine)
• Keluarga Kimia : halogen
• Formula Molekul : Cl2
• Berat Molekul : 70.90
• Kepadatan Gas di Udara : 2.47 (udara = 1)
• Tekanan Gas : 4,800 mm Hg di 20 C.
• Struktur Kimia : CI-CI
• Rupa dan Bau : gas hijau-kuning, bau tajam, menggangu mata dan mengakibatkan mata berair bila terjadi kontak di udara
• Mudah terbakar : non-flammable (tidak mudah terbakar) tetapi menyokong pembakaran; terkenal dapat mengakibatkan risiko bakar yang serius.
• Identifikasi :
C1CC2=NC1=CC3=CC=C(N3)C=C4C=CC(=N4)C=C5C=CC(=C2)N5
• Rumus Molekul : C20H16N4
• Massa Molar : 312,36784
http://aimyaya.com/id/teknologi-tepat-guna/awas-bahaya-klorin-pada-air-minum-kita/


III. DESINFEKTAN

3.1 Pengertian Desinfektan
Desinfektansia adalah senyawa untuk mencegah infeksi dengan jalan penghancuran atau pelarutan jasad renik patogen dikenakan pada jaringan tak hidup antara lain pada ruang operasi, alat-alat operasi, kandang, RPH +RPA.
Daya kerjanya hanya membunuh/menekan pertumbuhan bentuk vegetatif saja, tidak efektif untuk spora. Dinding spora bersifat impermeabel dan asam ribonukleat dlm protoplasma memiliki ketahanan tinggi terhadap sinar, terutama U.V.

3.2 Sifat-Sifat Desinfektan
Sifat-sifat pentingnya antara lain:
 Memiliki sifat antibakterial luas
 Tidak mengiritasi jaringan hewan dan manusia
 Sifat racun rendah, tidak berbahaya bg manusia + tern.
 Memiliki daya tembus tinggi
 Tetap aktif meskipun terdapat cairan tubuh, nanah, darah, feses dan sel-sel mati.
 Tidak merusak alat-alat, lantai dan dinding kandang
 Tidak meninggalkan warna
 Murah diperlukan jumlah besar
 Mampu menembus rongga-rongga, liang-liang
 Harus bisa dicampur air dan senyawa lain untuk desinfeksi.
 Memiliki stabilitas dlm jangka waktu lama
 Efektif pada berbagai temperatur

3.3 Macam-Macam Desinfektan
Macam-macam desinfektan antara lain:
1. Fisis : panas, sinar
 Panas dilewatkan pemanas atau dengan air panas disemprotkan
 Sinar : U.V, sinar gamma
2. Kimiawi : spray, sabun, aerosol, fumigasi
Jenis-jenis desinfektan kimia:
 Kresol :
- murah, efektif : bakteri, virus, tdk bunuh spora
- korosif, toksik, konsentrasi tinggi tinggalkan warna
- tidak boleh digunakan saat terdapat ternak hidup, telur atau daging yang
diproses.
Fenol
- cocok untuk mesin penetas dan peralatan lain.
- membunuh bakteri, virus, fungi
 Amonium kuarterner
- dekontaminasi kandang + peralatan, tempat penetasan
- dua bagian struktur kimianya : hidrofobik dan hidrofilik
- efektif melawan bakteri gram neg + pos, fungi dan virus.
- tidak efektif untuk virus PMK dan bakteri Mycobacterium tuberculosis
- materi organik, seperti feses aktivitas menurun
Khlorin
 Cocok untuk rumah potong
 Menjernihkan air pada peternakan
 Kaporit/hipoklorit sanitasi sapi perah, aktif dalam air hangat.
 Efektif melawan bakteri, banyak virus.
 Aktivitas menurun bila ada materi organik : amoniak dan senyawa-senyawa amino.
 Larutan chlorin efektif sebagai bakterisidal kolam renang.
 Khlor (Cl2) dalam air membentuk asam hipoklorit ( HOCl) dan asam Hidrokhloride, dengan reaksi :
Cl2 + H2O ↔ HOCl + HCl
 Asam HOCl berperan sebagai desinfektan, bereaksi dengan bervariasi senyawa, baik dengan senyawa anorganik maupun organik
 HOCl bisa terurai menjadi menjadi ion H+ dan OCl-, dengan reaksi :
HOCl H+ + Cl-
 Derajat ionisasi dipengaruhi oleh pH.
 Ionisasi meningkat pada pH asam sampai netral
 Ionisasi akan dihambat pada pH alkalis.
Formalin
 Cocok untuk fumigasi telur dlm almari yg dirancang khusus
 Korosif +berpotensi karsinogenik
Iodofor
 Antiseptik dan desinfektan
 Kombinasi iodine dan agen-agen yang larut di dalamnya
 Dilarutkan dlm air iodine terbebaskan
 Kurang toksik dibanding desinfektan lain
 Tdk efektif apbl ada materi organik
 Meninggalkan bekas warna pada pakaian + permukaan lain.
 Antiseptik kulit dan bisa menyebabkan inaktivasi protein mikroba. Contoh : Povidon-iodine (Betadine)
 Pada level Iodophor tinggi, daya hambat Iodophor terhadap bakteri menurun
 Konsentrasi antiseptika yang tinggi akan mengurangi jumlah air, padahal air memiliki peran aktivitas katalitik terhadap denaturasi protein mikroba.
 Konsentrasi 10 ml/L lebih bagus daya hambatnya thd S. aureus drpd 20 ml/L dan 30 ml/L.
DESINFEKTAN BERUPA ASAM
1. Asam anorganik : HCl dan H2SO4 0,1 N ruangan tercemar tinja.
 Korosif tdk dianjurkan.
 Asam borat 2 – 5% jaringan kulit. Tidak merusak jaringan, namun daya hambat thd kuman
rendah.
2. Asam organik : asam salisilat, benzoat salep
 Melunakkan tanduk, membunuh jamur
DESINFEKTAN BERUPA ALKALI
1. Caustic soda/NaOH (sodium hidrokside)
 Sangat aktif jika dicampur air panas
 Merusak cat, plitur dan tekstil
 Pada saat pemakaian perlu penggunaan sarung tangan, pakaian khusus dan sepatu karet.
2. CaO (lime/Quiclime)
 Ditambah air, CaO menjadi Ca(OH)2 melarutkan
kuman
 Gamping desinfeksi lantai, halaman berlebihan, merusak kuku kambing, sapi dan babi
Tidak mampu bunuh spora anthrax dan Clostridium
 Ca (OH)2 dengan air, perbandingan 1 : 4 hasilkan milk of lime desinfeksi lantai terce-mar tinja. Hasil maksimal : 2 jam penggunaan
 Campuran CaO dan belerang yg direbus bunuh
parasit.
3. Khlorhexidine (Nolvasan-S)
 Sediaan khlor sintetis, alkalis, mudah larut
dlm air
 Tidak toksik, virusidal, terutama rabies
 Efektif melawan bakteri gram neg dan pos.
 Daya kerja tidak dipengaruhi darah, nanah, percikan susu dan cairan jaringan
 Desinfeksi alat-alat pemerahan dan ambing
 Larutan 0,2 – 0,5% teat dipping
 Kadang-kadang dikombinasikan dg surfaktan, zat warna atau bahan lain, seperti : gliserin.
 Sediaan khlor yang lain : kalsium hipokhlorit, kaporit, Khloramin-T, Iodine-monokhloride

4. Alkohol
 Mampu membunuh sel vegetatif bakteri dan jamur, tetapi tdk sporosidal
 Alkohol sebagai desinfektan etil dan isopropil alkohol
 Keduanya efektif pada konsentrasi 70%.
 Konsentrasi > atau = 90%, < 50% efektifitas menurun
 Penurunan efektifitas pada alkohol 90% kurangnya jumlah air.
 Pada alkohol < 50% kurangnya jumlah alkohol menurunkan efektifitas. (Rahayu,2008)

analisis residu khlor aktif

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sanitasi dan hygiene merupakan suatu usaha kesehatan preventif yang menitik beratkan pada kegiatan dibidang pencegahan penyakit. Tujuannya adalah untuk mencegah timbulnya penyakit dan keracunan serta gangguan kesehatan sebagai akibat dari adanya interaksi faktor lingkungan hidup dengan manusia. Sanitasi itu sendiri sebagai penciptaan/pemeliharaan kondisi yg mampu mencegah terjadinya kontaminasi pada makanan. Sanitasi dan dalam pengolahan hasil perikanan merupakan kegiatan pengusaha untuk menciptakan keadaan yang baik bagi usaha pengolahan hasil perikanan yang dikelolanya sesuai dengan syarat- syarat kesehatan manusia. Sanitasi yang baik pada akhirnya akan dihasilkan produk yang higienis (Adis, 2010).
Sanitasi dan higiene tujuan utamanya adalah untuk mencegah terjadinya mencegah kontaminasi, baik secara fisik, kimiawi dan biologi, sebagai syarat kesehatan konsumsi manusia. Sebagai salah satu contoh terjadinya kontaminasi kimia adalah masih adanya residu khlor sebagai akibat adanya khlorinasi air. Adanya khlorinasi air ini akan sering kita temui pada area unit pengolahan hasil perikanan, seperti pada cold storage dan ruang proses yang berfungsi sebagai desinfektan.
Klorinasi air perlu dilakukan untuk menginaktifkan organisme-organisme bakteri dan virus patogenik yang dapat dipindahkan melalui air. Biasanya patogen utama yang terdapat di dalam air tersebut berasal dari kotoran manusia, seperti Salmonella thypi, Salmonella parathypi, Bacillus shigella, dan Vibrio cholerae. Sedangkan dalam khlorinasi air ini sendiri, membutuhkan zat kimia yang digunakan untuk desinfeksi air. Dari berbagai macam-macam zat kimia yang digunakan untuk khlorinasi air, klor adalah zat kimia yang sering dipakai karena harganya murah dan masih mempunyai daya desinfeksi sampai beberapa jam setelah pembubuhannya (residu khlor).
Khlor secara spesifik merupakan unsur kimia dengan nomor atom 17 dan simbol Cl, yang termasuk dalam golongan halogen. Khlor memiliki unsur murni yang mempunyai keadaan fisik berbentuk gas, berwarna kuning kehijauan yang dapat bergabung dengan hampir seluruh unsur lain karena merupakan unsur bukan logam yang sangat elektronegatif. Untuk senyawa khlor yang digunakan adalah gas, cair dan padat. Khlor ini berasal dari gas khlor Cl2, NaCl2, Ca(OCl)2 (kaporit) atau larutan HOCl (Asam Hipoklorit).
Dari khlorinasi air yang tidak sesuai ketentuan, biasanya mengakibatkan adanya residu dari khlor tersebut yang dapat membahayakan jika terjadi kontaminasi. Dari terjadinya kontaminasi tersebut menyebabkan kerugian, antara lain menyebabkan keracunan, keamanan/bahaya penggunaan terhadap kesehatan, dan dicurigai bersifat karsiogenik.
Residu khlorin terdapat dalam 2 bentuk yaitu residu klorin terikat, dan residu khlorin bebas. Residu khlorin terikat, khlorin diikat secara alamiah dalam air. Sedangkan khlorin bebas, bila khlorin ditambahkan secukupnya untuk memproduksi klorin bebas.
Bertitik tolak dari hal tersebut, maka perlu adanya analisa tentang adanya residu khlorin. Hal ini dikarenakan residu khlorin dikategorikan sebagai zat kimia yang juga berbahaya bagi kesehatan manusia. Selain itu sebagai salah satu syarat untuk memenuhi sanitasi dan hygiene yang baik (Supenti, 2011)

1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Adapun maksud dari kegiatan praktikum ini, adalah untuk mengenal dan mengetahui cara tentang melakukan khlorinasi air.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari Praktikum Analisa Residu Khlorin ini adalah:
a. Untuk mengetahui ada atau tidaknya residu khlorin aktif
b. Untuk mengetahui perhitungan residu khlorin aktif
c. Untuk menganilisis residu khlorin aktif terhadap proses khlorinasi air

1.3 Waktu dan Tempat
1.3.1 Waktu
Waktu pelaksanaan kegiatan prektikum ini dilaksanakan pada:
Hari : Rabu
Tanggal : 19 Januari 2011
Jam : 11.30 s/d 14.00 WIB
1.3.2 Tempat
Pelaksanaan kegiatan praktikum ini dilaksanakan di Laboraturium Uji Mutu Kampus Industri Perikanan Sidoarjo, Jalan Raya Buncitan, Kotak Pos 1, Sedati, Sidoarjo.
II. METODOLOGI

2.1 Peralatan dan Fungsinya
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan praktikum antara lain sebagai berikut:
a. Beakerglass
Beaker glass merupakan salah satu alat yang digunakan sebagai wadah perlakuan untuk khlorinasi air. Antara lain untuk pembuatan larutan khlorin dan analisis residu khlor aktif. Sedangkan menurut Adman (2010), beakerglass berupa gelas tinggi, berdiameter besar dengan skala sepanjang dindingnya. Terbuat dari kaca borosilikat yang tahan terhadap panas hingga suhu 200 oC. Ukuran alat ini ada yang 50 mL, 100 mL dan 2 L. Fungsinya adalah Untuk mengukur volume larutan yang tidak memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, menampung zat kimia, memanaskan cairan, media pemanasan cairan.
b. Pipet
Pipet dalam kegiatan praktikum ini adalah untuk mengambil larutan kanji dengan volume 1 ml. Pipet ini bekerja secara manual, yaitu dengan menggunakan bantuan tangan. Pipet adalah alat untuk mengambil cairan dalam jumlah tertentu maupun takaran bebas.
c. Mikropipet
Mikropipet merupakan alat yang bekerja menggunakan energi dari baterai dalam bentuk energi listrik. Mikropipet digunakan untuk mengambil larutan Na2S2O3 untuk dipindahkan ke dalam pipet volume yang terpasang pada buret. Dan secara spesifiknya, mikropipet mengukur volume dengan ukuran mikro.

d. Gelas Ukur
Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume aquades yang telah ditentukan beserta larutan lainnya. Gelas ukur yang digunakan memiliki ukuran volume hingga 500 ml.
e. Timbangan Digital
Timbangan digital digunakan untuk menghitung takaran atau berat dari KI (kalium iodida), kanji, dan kaporit. Timbangan digital bekerja secara otomatis dan bekerja menggunakan energi listrik.
f. Pengaduk
Pengaduk terbuat dari bahan gelas, bersifat mudah pecah. Dan digunakan sebagai alat untuk mengaduk larutan atau untuk menghomogenkan antara zat terlarut dengan pelarut.
g. Cawan Petri
Dalam kegiatn praktikum ini, cawan petri tidak digunakan sebagai alat untuk pemiaraan bakteri, melainkan sebagai wadah untuk menimbang bahan-bahan yang dibutuhkan di atas timbangan digital.
h. Buret
Berupa tabung kaca bergaris dan memiliki kran di ujungnya. Ukurannya mulai dari 5 dan 10 mL (mikroburet) dengan skala 0,01 mL, dan 25 dan 50 mL dengan skala 0,05 mL. Untuk mengeluarkan larutan dengan volume tertentu, biasanya digunakan untuk titrasi (Adman,2010). Sedangkan dalam kegiatan praktikum buret digunakan untuk meneteskan larutan Na2S2O3 terhadap sampel pengujian.

2.2 Bahan dan Fungsinya
Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum menggunakan bahan sebagai berikut:
a. Khlor
Khlor yang dibutuhkan adalah kaporit dan secara kimia adalah Ca(OCl)2. Khlor yang dibutuhkan, harus sesuai dengan berdasarkan satuan ppm yang telah ditentukan. Kaporit yang digunakan dapat diperhitungkan sebagai berikut:
• 10 ppm
Berat khlor dalam tiap liter air
mg khlor =
=
= 10 mg/ml khlor
Berat khlor dalam 150 ml air
mg khlor =
= 1,5 mg
• 20 ppm
Berat khlor dalam tiap liter air
mg khlor =
=
= 20 mg/ml khlor

Berat khlor dalam 150 ml air
mg khlor =
= 3 mg
• 50 ppm
Berat khlor dalam tiap liter air
mg khlor =
=
= 50 mg/ml khlor
Berat khlor dalam 150 ml air
mg khlor =
= 7,5 mg
• 100 ppm
Berat khlor dalam tiap liter air
mg khlor =
=
= 100 mg/ml khlor
Berat khlor dalam 150 ml air
mg khlor =
= 15 mg


• 500 ppm
Berat khlor dalam tiap liter air
mg khlor =
=
= 500 mg/ml khlor
Berat khlor dalam 150 ml air
mg khlor =
= 75 mg
b. Aquades
Aquades yang dibutuhkan antara lain dengan volume sebagai berikut:
• 150 mL aquades untuk melarutkan kaporit sehingga menjadi larutan kaporit.
• 1 Liter aquades untuk membuat larutan kanji
c. Asam Asetat Glacial
Asam asetat glacial merupakan larutan asam yang digunakan untuk ditambahkan pada 20 mL sampel larutan khlorinasi. Asam asetat glacial yang digunakan bervolume 5 mL.
d. KI (Kalium Iodida)
Kalium Iodida merupakan serbuk zat kimia yang terdiri dari unsur Kalium dan Iodida. Kalium Iodida yang digunakan seberat 1 gram. Kalium Iodida digunakan untuk ditambahkan pada larutan khlorin yang sudah terhomogenkan dengan larutan asam asetat glacial.

e. Na2S2O3 (Natrium Triosulfat)
Natrium Triosulfat adalah larutan yang tersusun atas beberapa unsur kimia. Unsur-unsur tersebut antara lain 2 atom Na, 2 atom S dan 3 atom O. Natrium Triosulfat merupakan larutan yang digunakan untuk merubah warna larutan dari sampel berubah menjadi bening. Kebutuhannya berbeda-beda sesuai dengan volume untuk titrasinya. Normalitas Natrium Triosulfat adalah 0,01N.
f. Larutan Kanji
Larutan Kanji tersusun atas 5 gram kanji dan 1 liter air. Sedangkan kebutuhan larutan yang digunakan hanya dalam volume 1 ml saja. Larutan kanji digunakan setelah sampel ditambahkan dengan Natrium Triosulfat, biasanya warna dapat berubah menjadi warna biru.

2.3. Prinsip Analisis
Prinsip analisis pada metode iodometri ini, dikhususkan pada khlor aktif.
Khlor aktif akan membebaskan iodin I2 dari larutan kalium iodida. Jika pH <8 (terbaik adalah pH < 3 atau 4), sesuai reaksinya. Sebagai indikator menggunakan kanji yang merubah sesuatu larutan yang mengandung iodin menjadi biru. Untuk menentukan jumlah khlor aktif, iodin yang telah dibebaskan oleh khlor aktif tersebut dititrasikan dengan larutan standard natrium triosulfat sesuai reaksinya. Titik akhir titrasi dinyatakan dengan hilangnya warna biru dari larutan. Asam asetik atau dalam praktikum ini menggunakan asam asetat galcial harus digunakan untuk menurunkan pH larutan 3-4.
3.1 Hasil
Hasil kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan, tersaji dala tabel 1. Sebagai berikut:
No. Kelompok Sampel Volume Titrasi Na2S2O3
1. I 10 ppm 0,6 mL
2. II 20 ppm 3 mL
3. III 50 ppm 11,8 mL
4. IV 100 ppm 27 mL
5. V 500 ppm 79,5 mL
Tabel 1. Data Kelas Volume Titrasi Na2S2O3 untuk Sampel
3.2 Perhitungan
Untuk menghitung residu khlor aktif dari tiap-tiap kelompok menggunakan perhitungan sebagai berikut:


Keterangan:
A : Volume titrasi Na2S2O3 untuk sampel
B : Volume titrasi Na2S2O3 untuk blanko
N : Normalitas larutan titran
BM Cl : 35,453

a. 10 ppm
Khloraktif (mg/L) =
=
=
=
= -0,078 mg/L
Karena hasil dari perhitungan ini bernilai negatif maka tidak ada residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 10 ppm.
b. 20 ppm
Khloraktif (mg/L) =
=
=
=
= -0,0035 mg/L
Karena hasil dari perhitungan ini bernilai negatif maka tidak ada residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 20 ppm.

c. 50 ppm
Khloraktif (mg/L) =
=
=
=
= 0,12 mg/L
Karena hasil dari perhitungan ini bernilai positif, maka terdapat residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 10 ppm. Residu Khlor aktif yang dihasilkan adalah sebesar 0,12 mg/L.
d. 100 ppm
Khloraktif (mg/L) =
=
=
=
= 0,39 mg/L
Karena hasil dari perhitungan ini bernilai negatif maka terdapat residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 100 ppm. Residu khlor aktif yang dihasilkan adalah sebesar 0,39 mg/L.

d. 500 ppm
Khloraktif (mg/L) =
=
=
=
= 1,32 mg/L
Karena hasil dari perhitungan ini bernilai negatif maka terdapat residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 500 ppm. Residu khlor aktif yang dihasilkan adalah sebesar 1,32 mg/L.


IV. PEMBAHASAN

4.1 Analisis Prosedur
4.1.1 Prosedur Pembuatan Blanko
a. Persiapan Air (H2O)
Sebagai sampel untuk prosedur ini adalah air. Air merupakan senyawa hidrogen yang tersusun atas 2 atom H dan satu atom O. Untuk semua dosis khlor menggunakan blanko yang sama, berarti blanko ini juga merupakan penentu untuk mengetahui residu khlorin aktif. Air dihitung titrasinya sebagai blanko untuk perhitungan residu khlor aktif dalam praktikum ini. Air yang digunakan sebagai sampel bervolume 20 mL, dapat menentukan volumenya dengan menggunakan gelas ukur.
b. Penambahan Asam Asetat Glacial
Pada air ditambahkan asam asetat glacial dengan volume sebesar 5 mL. Dengan menggunakan gelas ukur, dapat diperoleh volume asam asetat yang tepat. Asam asetat glacial tersebut dituangkan ke dalam air dan dapat dilakukan pengecaekan pH menggunakan kertas lakmus. Dalam penambahan asam asetat ini, diperoleh pH sebesar 3 yang merupakan kondisi asam. Guna dari penambahan asam asetat galcial ini adalah untuk menurunkan pH dari sampel. Karena pada pH antar 3-4, tepat untuk membebaskan kandungan iodin.
c. Penambahan Kalium Iodida (KI)
Kalium iodida ditambahkan pada sampel. Dan pada awalnya kalium iodida ini mengalami penimbangan dengan berat KI 5 gram. Penambahan KI ini menyebabkan terjadinya perubahan warna. Warna larutan berubah menjadi warna kuning hingga kuning kemerah-merahan. Tujuan dari penambahan kalium iodida ini adalah sebagai indikator penyebab terjadinya perubahan warna kuning pada sampel.
d. Titrasi Larutan Na2S2O3 (Natrium Triosulfida) 1
Penambahan kalium iodida menyebabkan sampel mengalami perubahan warna. Sehingga untuk merubah warna sampel menjadi tepat bening adalah dengan melakukan titrasi larutan Na2S2O3. Lebih khususnya perlakukan titrasi ini adalah untuk membebaskan khlor aktif dari iodin (I2) akibat penambahan KI (kalium iodida). Na2S2O3 yang digunakan, memiliki nomalitas sebesar 0,01 N.
Titrasi ini menggunakan alat buret yang bekerja dengan cara meneteskan Natrium triosulfat pada sampel. Volume natrium triosulfat harus diperhatikan jumlahnya, agar kita dapat mengetahui volume titrasi natrium triosulfat untuk sampel. Titrasi ini dilakukan hingga sampel menjadi benar-benar mengalami perubahan warna menjadi tepat bening.
Dari prosedur ini,. Diperoleh hasil volume titrasi Na2S2O3 untuk blanko adalah sebesar 5 mL. Atau pada buret meneteskan natrium triosulfida sebanyak 5 tetes.
4.1.2 Prosedur Pembuatan Larutan Khlorin
a. Persiapan Kaporit
Khlor yang digunakan adalah kaporit. Kaporit (Kalsium hipoklorit) adalah senyawa kimia yang memiliki rumus kimia CaCl(OCl)2. Kaporit biasanya digunakan untuk menjernihkan air. Kalsium hipoklorit adalah padatan putih yang siap didekomposisi di dalam air untuk kemudian melepaskan oksigen dan klorin. Kalsium hipoklorit memiliki aroma klorin yang kuat. Senyawa ini tidak terdapat di lingkungan secara bebas (Anonimous, 2011).
Kaporit yang digunakan sesuai dengan kadar ppm yang telah ditentukan. Berat kaporit harus diperhitungkan terlebih dahulu untuk dapat mengetahui berat kaporit yang dibutuhkan. Perhitungan kaporit tersebut tertera pada Subbab 2.2. Dengan hasil :
No. Kadar ppm Berat Kaporit (mg) Berat Kaporit (gram)
1. 10 ppm 1,5 mg 0,015 gram
2. 20 ppm 3 mg 0,03 gram
3. 50 ppm 7,5 mg 0,075 gram
4. 100 ppm 15 mg 0,15 gram
5. 500 ppm 75 mg 0,75 gram

Tabel 2. Perhitungan Kaporit dalam Dosis Khlornya (ppm)
b. Penimbangan Kaporit
Setelah berat kaporit dihitung sesuai kadar tiap-tiap ppm-nya, maka kaporit tersebut siap untuk dilakukan penimbangan menggunakan digital. Timbangan digital bekerja menggunakan energi listrik, untuk pengoperasiannya adalah sebagai berikut:
• Mencolokkan steker pada sumber listrik
• Menekan tombol ON pada timbangan digital
• Menunggu layar angka pada timbangan, hingga menunjukkan angka 0
• Meletakkan wadah di atas timbangan digital sebagai wadah untuk kaporit
• Menekan tombol zero, sehingga layar akan menunjukkan angka 0
• Mengisi wadah dengan serbuk kaporit
• Apabila berat kaporit yang ditimbang berlebih, maka dapat mengurangi kaporit pada wadah, dan sebaliknya apabila kurang, maka dengan mengisi lagi dengan kaporit hingga angka pada layar menunjukkan berat yang tepat pada kaporit. Satuan untuk berat pada timbangan digital adalah miligram.
• Setelah selesai melakukan penimbangan, maka wadah yang sudah terisi kaporit dipindahkan. Kemudian tekan tombol OFF untuk mematikan. Lalu cabut steker dari sumber listrik.
Tujuan dari penimbangan ini adalah untuk mendapatkan berat kaporit sesuai dengan yang dibutuhkan dalam praktikum. Sehingga data yang diperoleh pun lebih akurat.
c. Pelarutan Khlorin dengan Air
Tahap ketiga ini adalah melarutkan khlorin dengan air, sehingga menjadi larutan khlorin. Larutan ini terdiri atas kaporit yang telah mengalami penimbangan dan air dengan volume 150 mL. Larutan tersebut melalui proses pengadukan sehingga kaporit benar-benar homogen dengan air tersebut. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mendapatkan larutan khlorin yang sudah ditentukan kadar ppm-nya antara lain untuk kadar 10 ppm, 20 pppm, 50 pppm, 100 ppm, dan 500 ppm, yang ada pada 150 mL volume air (H2O). Dan akan terjadi reaksi hidrolisa sebagai berikut:
CaCl(OCl)2(kaporit) + 2H2O 2HOCl + Ca(OH) 2 (1)
HOCl OCl¯ + H¯ (2)
d. Pendiaman Larutan Khlorin
Larutan khlorin yang sudah dihomogenkan, kemudian didiamkan selama 30 menit. Penghomogenan dilakukan dengan cara diaduk. Tujuannya adalah untuk menurunkan kadar khlorin yang terdapat di dalam larutan tersebut karena mengalami pengendapan.
e. Analisis Residu Khlor Aktif
Larutan khlorin yang merupakan hasil akhir dari prosedur kerja ini, diambil sebagian dengan volume 20 mL, sebagai perwakilan dari 150 mL larutan khlorin untuk dianalisis residu khlor aktifnya. Tujuan dari analisis residu khlor aktif ini sesuai dengan penjelasan di atas, adalah untuk mengetahui residu khlor aktif yang terkandung dalam kadar ppm yang telah ditentukan. Analisis ini menggunakan metode iodometri. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan pada Prosedur Analisis Residu Khlor Aktif pada bab berikut ini.
4.1.3 Prosedur Analisis Residu Khlor Aktif
Prosedur analisis ini sangat penting untuk dilakukan, agar dapat diketahui rseidu dari khlor aktif yang terkandung di dalam khlorinasi air. Metode yang digunakan adalah metode iodometri. Metode iodometri merupakan metode yang menggunakan cara titrasi terhadap sampel. Selain itu metode ini sering digunakan di Laboraturium. Prosedur ini tersaji dalam penjelasan di bawah ini:
a. Persiapan Larutan Khlorin
Larutan khlorin yang sudah didiamkan diambil 20 mL, tujuannya untuk dilakukan analisis residu khlor aktifnya. Pengukuran volume air menggunakan gelas ukur. Kemudian larutan tersebut diletakkan dalam wadah beakerglass.
b. Penambahan Asam Asetat Glacial
Setelah pengukuran sampel, kemudian menambahkan asam asetat glacial (CH3COOH) pada larutan sampel tersebut. Sedangkan asam asetat yang digunakan bervolume 5 mL. Tujuan dari penambahan asam asetat glacial adalah untuk menurunkan pH 3 sampai 4 dari larutan khlorin yang digunakan sebagai sampel.
Dari penambahan asam ini, maka diperoleh pH 3-4 dan larutan tidak mengalami perubahan warna, atau larutan tetap bening. Penghitungan pH menggunakan kertas lakmus. Penggunaan kertas lakmus dengan cara mencelupkan kertas di dalam beakerglass yang terisi oleh larutan khlorin dan asam asetat glacial. Setelah itu pada kertas lakmus yang sudah basah, akan terjadi perubahan warna dan untuk mengetahi pHnya dapat mencocokkan kertas tersebut dengan indikator pH yang dapat diketahui dari warna pada kertas tersebut.
c. Penambahan Kalium Iodida (KI)
Kalium iodida ditambahkan pada sampel. Dan pada awalnya kalium iodida ini mengalami penimbangan dengan berat KI 5 gram. Penambahan KI ini menyebabkan terjadinya perubahan warna. Warna larutan berubah menjadi warna kuning hingga kuning kemerah-merahan. Tujuan dari penambahan kalium iodida ini adalah sebagai indikator penyebab terjadinya perubahan warnan kuning hingga kunig kemerahan. Dan menyebabkan terjadinya adanya kandungan iodida pada khlor aktif yang ada pada sampel. Reaksi yang terjadi dari penambahan KI ini adalah sebagai berikut:
OCl¯ + 2KI + 2CH3COOH I2 + 2KCH3COO + Cl¯ + 2H2O (3)
d. Titrasi Larutan Na2S2O3 (Natrium Triosulfida) 1
Penambahan kalium iodida menyebabkan sampel mengalami perubahan warna. Sehingga untuk merubah warna sampel menjadi tepat bening adalah dengan melakukan titrasi larutan Na2S2O3. Lebih khususnya perlakukan titrasi ini adalah untuk membebaskan khlor aktif dari iodin (I2) akibat penambahan KI (kalium iodida). Na2S2O3 yang digunakan, memiliki nomalitas sebesar 0,01 N.
Titrasi ini menggunakan alat buret yang bekerja dengan cara meneteskan Natrium triosulfat pada sampel. Volume natrium triosulfat harus diperhatikan jumlahnya, agar kita dapat mengetahui volume titrasi natrium triosulfat untuk sampel. Titrasi ini dilakukan hingga sampel menjadi benar-benar mengalami perubahan warna menjadi tepat bening.
e. Penambahan Larutan Kanji
Larutan kanji digunakan sebagai indikator penyebab terjadinya perubahan warna biru pada sampel. Warna biru terjadi apabila pada larutan masih mengandung iodin (I2). Untuk menentukan khlor aktif, iodin yang telah dibebaskan oleh khlor aktif tersebut dititrasikan dengan larutan standard natrium triosulfat sesuai dengan reaksi:
I2 + 2Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI (4)
Larutan kanji terbuat dari 5 gram kanji dan 1 liter air. Larutan tersebut dihomogenkan dengan cara melakukan pengadukan. Setelah itu, diambil 1 mL dari larutan kanji menggunakan pipet dan diteteskan pada sampel. Setelah melakukan penetesan larutan kanji, maka akan terjadi perubahan warna biru. Namun dalam praktikum ini, tidak ada salah satupun yang mengalami perubahan warna biru pada sampel dengan dosis khlor 10 ppm, 20 ppm, 50 ppm, 100 ppm dan 500 ppm. Jadi hal ini menunjukkan bahwa semua larutan sudah tidak mengandung iodin lagi. Dan apabila terdapat kandungan iodin yang disertai terjadinya perubahan warna, maka dilakukan titrasi natrium triosulfida kembali.
f. Titrasi Larutan Na2S2O3 (Natrium Triosulfida) 2
Apabila terjadi perubahan warna biru akibat penambahan larutan kanji, maka perlu dilakukan titrasi dengan larutan natrium triosulfida hingga terjadi perubahan warna menjadi tepat bening. Apabila sudah bening, berarti larutan tersebut tidak mengandung iodin.
Namun dalam praktikum ini, tidak ditemukan terjadinya perubahan warna biru. Sehingga tidak perlu melakukan titrasi natrium triosulfida yang kedua.
Dengan demikian hubungan antara jumlah klor dan jumlah titran adalah sebagai berikut:
CaCl(OCl)2(kaporit) + 2H2O 2HOCl + Ca(OH) 2 (5)
HOCl OCl¯ + H¯

Cl¯ tidak aktif
OCl¯ + 2KI + 2CH3COOH I2 + 2KCH3COO + Cl¯ + 2H2O
KI sisa KI

4.2 Analisa Hasil
Dari hasil praktikum tentang residu khlorin aktif yang tercantum pada subbab 3.1, dapat dianalisis sebagai berikut:
a. Dosis khlorin 10 ppm
Dari dosis khlorin 10 ppm, berat dari kaporit yang digunakan adalah 1,5 mg sesuai dengan perhitungan subbab 2.2. Sedangkan volume titrasi larutan Na2S2O3 adalah sebesar 0,6 mL yang telah tercantum pada subbab 3.1. Sehingga dapat diketahui perhitungan residu khlor yang terkandung pada khlorinasi air yang sesuai pada subbab -0,078 mg/L. Karena hasil dari perhitungan ini bernilai negatif maka tidak ada residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 10 ppm.
b. Dosis khlorin 20 ppm
Dari dosis khlorin 20 ppm, berat dari kaporit yang digunakan adalah 3 mg sesuai dengan perhitungan subbab 2.2. Sedangkan volume titrasi larutan Na2S2O3 adalah sebesar 3 mL yang telah tercantum pada subbab 3.1. Sehingga dapat diketahui perhitungan residu khlor yang terkandung pada khlorinasi air yang sesuai pada subbab -0,0035 mg/L. Karena hasil dari perhitungan ini bernilai negatif maka tidak ada residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 20 ppm.
c. Dosis khlorin 50 ppm
Dari dosis khlorin 50 ppm, berat dari kaporit yang digunakan adalah 7,5 mg sesuai dengan perhitungan subbab 2.2. Sedangkan volume titrasi larutan Na2S2O3 adalah sebesar 11,8 mL yang telah tercantum pada subbab 3.1. Sehingga dapat diketahui perhitungan residu khlor yang terkandung pada khlorinasi air yang sesuai pada subbab 0,12 mg/L. Karena hasil dari perhitungan ini bernilai positif, maka terdapat residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 50 ppm.
d. Dosis khlorin 100 ppm
Dari dosis khlorin 100 ppm, berat dari kaporit yang digunakan adalah 15 mg sesuai dengan perhitungan subbab 2.2. Sedangkan volume titrasi larutan Na2S2O3 adalah sebesar 27 mL yang telah tercantum pada subbab 3.1. Sehingga dapat diketahui perhitungan residu khlor yang terkandung pada khlorinasi air yang sesuai pada subbab 0,39 mg/L. Karena hasil dari perhitungan ini bernilai positif, maka terdapat residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 100 ppm.
d. Dosis khlorin 500 ppm
Dari dosis khlorin 500 ppm, berat dari kaporit yang digunakan adalah 75 mg sesuai dengan perhitungan subbab 2.2. Sedangkan volume titrasi larutan Na2S2O3 adalah sebesar 79,5 mL yang telah tercantum pada subbab 3.1. Sehingga dapat diketahui perhitungan residu khlor yang terkandung pada khlorinasi air yang sesuai pada subbab 1,32 mg/L. Karena hasil dari perhitungan ini bernilai positif, maka terdapat residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 50 ppm.

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Residu khlor aktif yang tertinggi terdapat pada khlor yang berdosis 500 ppm, dengan nilai sebesar 1,32 mg/L.
b. Yang tidak terdapat residu khlor aktif adalah pada larutan khlorin dengan dosis 10 dan 20 ppm.
c. Sedangkan yang terdapat residu khlor aktif adalah pada larutan khlorin dengan dosis 50 ppm, 100 ppm dan 500 ppm.
d. Pada praktikum ini, semua larutan khlorin tidak melakukan titrasi Na2S2O3 yang kedua, karena pada penambahan 1mL larutan kanji, tidak terjadi perubahan warna.
e. Prosedur kerja dalam praktikum ini, secara berturut-turut meliputi pembuatan blanko untuk mengetahui titrasi Na2S2O3 pada blanko, dan pembuatan larutan khlorin serta analisis residu khlorin aktif dengan metode iodometri.

5.2 Saran
Adapun saran yaang dapat diambil dari kegiatan praktikum ini, adalah sebagai berikut:

a. Peralatan yang lengkap, akan mendukung proses kegiatan praktikum.
b. Ketelitian dalam menghitung berat dan volume perlu dilakukan, sehingga data yang diperoleh akan lebih akurat.

perubahan ikan setelah mati

Perubahan-perubahan Ikan Setelah Ikan Mati
- Hyperaemia
Hyperaemia merupakan proses terlepasnya lendir dari kelenjar-kelenjar yang ada di dalam kulit. Proses selanjutnya membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir, akibat dari reaksi khas suatu organisme. Lendir tersebut terdiri dari gluko protein dan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
- Rigor Mortis
Seperti terjadi pada daging sapi dan daging hewan lainnya, fase ini ditandai oleh mengejangnya tubuh ikan setelah mati. Kekejangan ini disebabkan alat-alat yang terdapat dalam tubuh ikan yang berkontraksi akibat adanya reaksi kimia yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh enzim. Dalam keadaan seperti ini, ikan masih dikatakan sebagai segar.
Rigor mortis (sering disingkat rigor) pada ikan adalah terjadinya pengejangan otot ikan setelah beberapa saat ikan mati. Segera setelah ikan mati, otot ikan menjadi lemah terkulai (fase pre rigor). Setelah beberapa saat, otot ikan mulai mengejang (fase rigor). Kejang pada ikan biasanya bermula dari ekor, berangsur-angsur menjalar sepanjang tubuh ke arah kepala. Sehabis itu, jaringan otot ikan mulai terkulai lagi (fase post rigor).
Pengamatan dilakukan tiap 2 jam sekali selama 12 jam
Tahap Prerigor :
Awal
Ikan masih fresh dan hidup, Bau amis dan segar, teksturnya masih kencang, warna cerah, badannya licin, gerakan operculumnya masih sehat, matanya masih jernih, Warna insang merah cerah, tubuhnya tidak kaku atau masih lentur.
2 jam
Ikan telah mati, mulai berbau amis, warna muali pudar, badannya mengering, insang menjadi merah pucat, tubuhnya mulai melunak.
Tahap Rigormortis :
4 jam
Ikan mulai berbau busuk, badan mulai kaku dan keras, insang merah pucat, mata menghitam dan menjorok kedalam.
Tahap Postrigor :
6 Jam
Ikan tambah berbau busuk, badan mulai melunak atau lembek, insang merah pucat dan keluar darah dari Insang, mata menghitam dan menjorok kedalam.
8 jam
Ikan lebih berbau busuk, badan mulai melunak atau lembek, insang merah pucat dan keluar darah dari Insang, mata menghitam dan menjorok kedalam, warna ikan menjadi menghitam.
10 jam
Ikan lebih berbau busuk, badan mulai melunak atau lembek, tubuhnya jika dipegang tidak kembali kebentuk semula, insang merah pucat dan keluar darah dari Insang, mata menghitam dan menjorok kedalam, warna semakin pudar.
12 jam
Ikan lebih berbau busuk, badan mulai melunak atau lembek, tubuhnya jika dipegang tidak kembali kebentuk semula, insang merah pucat dan keluar darah dari Insang, mata menghitam dan menjorok kedalam, warna semakin pudar, ikan mulai mengeluarkan lendir.
Penyebab kejang pada ikan belum sepenuhnya dimengerti, masih terus diteliti. Sejauh ini, adanya senyawa glikogen dalam otot ikan diduga sebagai penyebabnya. Glikogen adalah sejenis karbohidrat majemuk yang berfungsi sebagai cadangan tenaga. Setelah ikan mati, tidak lagi terjadi proses pembentukan senyawa glikogen dalam otot ikan. Beberapa saat kemudian, karena aksi enzim terjadi proses glikolisis yaitu senyawa glikogen terurai secara terus-menerus menjadi asam laktat (menyebabkan pH daging ikan menurun) dan akhirnya senyawa glikogen tersebut habis. Pada saat proses glikolisis inilah terjadi pengejangan otot ikan, dan otot ikan kembali terkulai setelah persediaan glikogen dalam otot ikan habis.
Pendapat lain mengatakan bahwa protein miofibrillar daging ikan berperan dalam terjadinya pengejangan otot ikan (fenomena rigor mortis) setelah beberapa saat ikan mati, sementara proses glikolisis hanya berperan dalam penurunan pH daging ikan, sebagaimana dijelaskan berikut ini.
Protein daging ikan terdiri dari protein sarkoplasma (miogen), protein miofibrillar dan protein stroma. Rata-rata komposisi protein daging ikan adalah 65 – 75 % miofibrillar, 20 –30 % sarkoplasma dan 5 – 8 % stroma. Protein miofibrillar terdiri dari miosin dan aktin. Model molekul miosin terdiri dari bagian kepala dan ekor. Pada bagian kepala molekul miosin terdapat H-meromiosin (HMM), sedangkan pada bagian ekornya terdapat L-meromiosin (LMM). HMM cepat mengendap, sedangkan LMM lambat mengendap. HMM mempunyai aktivitasATP- ase dan kemampuan mengikat aktin, sedangkan LMM tidak mempunyai fungsi-fungsi biologis. Segera setelah ikan mati terjadi fase pre rigor yang ditandai dengan; pH daging ikan sekitar 7, ikatan antara aktin dengan miosin putus, dan otot ikan mengalami relaksasi sehingga menjadi kenyal-lunak. Beberapa saat kemudian terjadi fase rigor mortis yang ditandai dengan; pH daging ikan menurun sampai sekitar 6, dan terjadi penguraian senyawa ATP (Adenosine Triphosphate) dalam otot ikan menjadi ADP (Adenosineb Diphosphate) oleh aktivitasATP-ase dari H-meromiosin (HMM), yang menyebabkan otot ikan mengalami kontraksi sehingga menjadi kaku (Suzuki, 1981; Rahayu et. al., 1992).
Lamanya fase rigor (masa kejang) pada ikan berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari, tergantung pada sejumlah faktor antara lain:
a. Jenis dan Ukuran Ikan
Pada jenis ikan yang sama, ikan yang berukuran kecil biasanya lebih cepat fase rigornya dibanding ikan besar.
b. Kondisi Fisik Ikan
Ikan yang kondisi fisiknya lemah sebelum ditangkap, misalnya karena kurang bergizi makanannya, baru bertelur dan lain-lain, memiliki fase rigor lebih cepat dibanding ikan yang kondisi fisiknya kuat.
c. Tingkat Keletihan Ikan
Jenis alat tangkap yang digunakan (trawl, seine, pancing dan lain-lain) umumnya sangat berpengaruh terhadap tingkat keletihan ikan. Ikan yang lama berjuang keras menghadapi kematiannya dalam jaring sebelum ditarik ke kapal akan kehabisan banyak cadangan tenaga sehingga fase rigornya lebih cepat.
d. Suhu Penyimpanan Sesudah Ikan Ditangkap
Semakin rendah suhu penanganan ikan segera setelah ditangkap, semakin lama fase rigornya. Ikan tenggiri dan tongkol yang segera di-es setelah ditangkap dengan payang di perairan Pelabuhan Ratu, masih dalam keadaan kejang (fase rigor) sampai hari ke tiga di dalam peti es berinsulasi.

- Autolysis
Fase ini terjadi setelah terjadinya fase rigor mortis. Pada fase ini ditandai ikan menjadi lemas kembali. Lembeknya daging Ikan disebabkan aktivitas enzim yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan yang selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
Autolisis berarti self digestion, yaitu setelah mencapai fase post-rigor, enzim proteolisis (pengurai protein) dan enzim lipolisis (pengurai lemak) yang terdapat dalam tubuh ikan segera melancarkan aksinya, menguraikan protein dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti asam amino dan asam lemak.
Autolisis pada ikan lebih didominasi oleh enzim proteolisis karena kadar protein dalam daging ikan jauh lebih banyak dibanding dengan kadar lemaknya. Dalam perut ikan ditemukan enzim proteolisis pepsin dan tripsin. Sedangkan dalam daging ikan ditemukan enzim proteolisis katepsin. Suhu optimum untuk autolisis adalah 400 C dan berhenti pada suhu 650 C. Sedangkan pada suhu –140C autolisis terhambat.
Terjadinya kemunduran mutu secara autolisis pada ikan dapat ditandai dengan bola mata ikan agak cekung dan korneanya agak keruh, warna insang merah coklat dan sedikit berlendir, lapisan lendir permukaan badan agak keruh, tekstur daging agak lunak dan belum tercium bau amoniak.


- Bacterial decomposition (dekomposisi oleh bakteri)
Pada fase ini bakteri terdapat dalam jumlah yang banyak sekali, sebagai akibat fase sebelumnya. Aksi bakteri ini mula-mula hampir bersamaan dengan autolysis, dan kemudian berjalan sejajar. Bakteri menyebabkan ikan lebih rusak lagi, bila dibandingkan dengan autolisis. Bakteri adalah jasad renik yang sangat kecil sekali, hanya dapat dilihat dengan mikroskop yang sangat kuat dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Jenis-jenis bakteri tersebut adalah: Pseudomonas, Proteus Achromobacter, Terratia, dan Elostridium.
Selama ikan masih dalam keadaan segar, bakteri-bakteri tersebut tidak mengganggu. Akan tetapi jika ikan mati, suhu badan ikan menjadi naik, mengakibatkan bakteri-bakteri tersebut segera menyerang. Segera terjadi pengrusakan jaringan-jaringan tubuh ikan, sehingga lama kelamaan akan terjadi perubahan komposisi daging. Mengakibatkan ikan menjadi busuk. Bagian-bagian tubuh ikan yang sering menjadi terget serangan bakteri adalah :
• Seluruh permukaan tubuh,
• Isi perut,
• Insang.
Beberapa hal yang menyebabkan ikan mudah diserang oleh bakteri adalah sebagai berikut:
• Ikan segar dan kerang-kerangan mengandung lebih banyak cairan dan sedikit lemak, jika dibanding dengan jenis daging lainnya. Akibatnya bakteri lebih mudah berkembang biak.
• Struktur daging ikan dan kerang-kerangan tidak begitu sempurna susunannya, dibandingkan jenis daging lainnya. Kondisi ini memudahkan terjadinya penguraian bakteri.
• Sesudah terjadi peristiwa rigor, ikan segar dan kerang-kerangan mudah bersifat alkaline/basa. Kondisi Ini memberikan lingkungan yang sesuai bagi bakteri untuk berkembang biak.
http://id.shvoong.com/exact-sciences/1790308-proses-pembusukan-ikan/

http://www.smallcrab.com/makanan-dan-gizi/659-penurunan-mutu-dan-proses-pembusukan-ikan

http://zonaikan.wordpress.com/2009/07/22/perubahan-perubahan-setelah-ikan-mati/

kerupuk ikan beloso

RINGKASAN

RATIH ANDIYANI. NIT. 09.4.02.071. Proses Pengolahan Kerupuk Ikan Beloso (Saurida micropectoralis) Milik Ibu Misnati Desa Mayangan Kelurahan Mayangan Kecamatan Mayangan Kota Probolinggo Jawa Timur. Di bawah bimbingan Bapak Drs. R. Sugeng Rahardjo, MMA selaku Dosen Pembimbing I dan, Bapak Bowo Priono, A. Pi selaku Dosen Pembimbing II.

Dengan potensi sumber daya kelautan (perikanan) yang melimpah, negeri ini memiliki peluang yang sangat besar untuk memulihkan perekonomian nasional, khususnya dengan bertumpu pada pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan secara tepat dan optimal. Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, maka perlu diadakan pengolahan terhadap hasil perikanan, agar kita dapat memanfaatkan dan memenuhi gizi tubuh dari kandungan ikan. Salah satunya dengan pembuatan kerupuk ikan dari ikan beloso.
Kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang atau ikan. Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong tipis-tipis, dikeringkan di bawah sinar matahari dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak. Kerupuk bertekstur garing dan sering dijadikan pelengkap untuk berbagai makanan Indonesia seperti nasi goreng dan gado-gado. Kerupuk biasanya dijual di dalam kemasan yang belum digoreng. Kerupuk ikan dari jenis yang sulit mengembang ketika digoreng biasanya dijual dalam bentuk sudah digoreng. (Tarwiyah dan Kemal, 2009)
Maksud dari Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini adalah untuk mengikuti seluruh proses pembuatan kerupuk ikan beloso. Tujuan dari Praktek Kerja Lapang (PKL) II ini adalah : mengenal dan mengetahui bahan-bahan dan peralatan yang digunakan dalam proses pembuatan kerupuk ikan beloso, mengenal dan mengetahui proses pembuatan kerupuk ikan beloso, mengetahui dan memahami sanitasi dan hygiene yang perlu diterapkan dalam proses pembuatan kerupuk ikan beloso.
Praktek Kerja Lapang (PKL) II dilaksanakan selama 20 hari dimulai tanggal 01 November sampai dengan tanggal 20 November 2010. Adapun tempat pelaksanaan PKL II yaitu di unit usaha pengolahan kerupuk ikan beloso milik Ibu Misnati dengan alamat Jalan Ikan Belanak No. 7, RT: 4/ RW: 4, Kelurahan Mayangan, Kecamatan Mayangan, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Praktek Kerja Lapang (PKL) II dilaksanakan dengan menggunakan metode magang.
Bahan bahan yang digunakan dalam pembuatan kerupuk ikan beloso ini, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
Tabel. Komposisi Bahan- Bahan Pembuatan Kerupuk Ikan Beloso
No Komposisi Bahan Berat (kg)
1 Ikan beloso 10
2 Tepung Tapioka 20
3 Garam 0,6
4 Gula 2
5 Penyedap (MSG) 0,2
6 Bawang Putih 2
7 Pemutih Kue 0,05
Menurut Winarno (2002) menyatakan bahwa sebelum mencapai produk akhir, untuk zat pewarna dan pemutih yang dianggap aman, ditetapkan bahwa kandungannya dalam bahan makanan adalah 0,1% hingga 0,14%, dan zat pemutih yang diijinkan di Indonesia adalah Titanium dioksida dengan nomor indeks nama 77891. Sedangkan dalam 10 kg ikan beloso, pemutih kue yang digunakan adalah sebesar 0,5%.
Proses pengolahan kerupuk ikan beloso milik ibu Misnati adalah sebagai berikut :
1. Penerimaan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan berupa ikan beloso segar berasal dari hasil tangkapan nelayan dan pedagang- pedagang ikan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Mayangan, Probolinggo. Bahan baku ikan beloso diperoleh dengan harga Rp. 7000,-/ kg.

2. Penyiangan, Pencucian dan Perendaman Ikan
Sesampai penerimaan bahan baku, ikan beloso langsung dicuci dan dilakukan penyiangan. Penyiangan dilakukan untuk membuang kepala, tulang besar, ekor, kotoran dan isi perut sehingga yang tersisa adalah daging disertai kulit dan sisiknya. Ikan yang sudah disiangi tersebut dimasukkan ke dalam bak plastik dan diberi es dengan perbandingan es dan ikan 1:3. Tujuan penanganan ini adalah menjaga kesegaran ikan yang akan digunakan untuk proses selanjutnya.
3. Persiapan Bahan- Bahan Pembuatan Kerupuk
Persiapan bahan- bahan pembuatan kerupuk meliputi: pengerokan daging ikan, pembuatan bubur tepung tapioka, penghalusan bumbu- bumbu dan penimbangan bahan- bahan yang dibutuhkan dalam proses produksi. Setelah proses penyiapan tersebut selesai, kemudian bahan- bahan diletakkan dalam satu wadah yaitu pada bak plastik.
4. Pembuatan Adonan
Setelah proses persiapan bahan- bahan pembuatan kerupuk selesai, maka dilanjutkan dengan proses pembuatan adonan. Pembuatan adonan ini meliputi: pengadukan bahan dan pembentukan adonan.
Pengadukan bahan merupakan tahap awal pembuatan adonan. Semua bahan dicampur dalam bak plastik, kemudian diaduk secara manual menggunakan tangan. Campuran bahan-bahan tersebut diaduk hingga kalis atau merata. Kemudian tepung tapioka dimasukkan sedikit demi sedikit, hingga bumbu daging dan bahan- bahan lain lengket seluruhnya dengan tepung tapioka secara merata.
Setelah bahan dicampur dan diaduk bahan- bahan tersebut dipijat- pijat dengan tangan agar terbentuk menjadi adonan yang lentur dan mudah untuk dicetak. Sedangkan pada saat pembentukan adonan itu sendiri, pada campuran adonan ditambahkan dengan air untuk melenturkan adonan.
5. Pencetakan Adonan
Ada dua jenis ukuran dari cetakan yaitu berbentuk silinder yang berukuran kecil dengan panjang 40 cm dan diameter 4 cm dan untuk ukuran kerupuk yang besar panjangnya 40 cm dengan diameter 7 cm. Untuk cetakan ukuran kecil memiliki berat 8 ons dan yang berukuran kecil beratnya 1,7 ons. Ketika pencetakan, adonan dilapisi plastik yang diberi sedikit minyak agar tidak lengket pada plastik. Pemberian plastik ini bertujuan untuk melindungi adonan kerupuk. Sedangkan tujuan pencetakan ini sendiri yaitu agar kerupuk memiliki keseragaman bentuk.
6. Pengukusan
Adonan yang sudah dicetak, dikukus selama kurang lebih 1-2 jam. Untuk cetakan yang kecil biasanya proses pengukusan cukup satu jam namun yang berukuran besar pengukusan dilakukan selama 2 jam. Tujuan dari pengukusan ini adalah agar adonan matang keseluruhan.
7. Pendinginan
Adonan kerupuk yang telah masak segera diangkat dan dihilangkan uap airnya dengan cara didinginkan dan dibiarkan saja di atas meja. Proses pendinginan dilakukan cukup lama. Mulai dari siang hari hingga pagi hari menjelang proses selanjutnya, kira-kira sekitar 18 jam dalam suhu ruang.
8. Pemotongan
Tahap selanjutnya adalah pemotongan adonan kerupuk yang telah dingin. Pemotongan dilakukan secara manual tanpa menggunakan mesin pemotong melainkan dengan menggunakan pisau. Sehingga ketebalan kerupuk tidak seluruhnya sama, dan diperkirakan berkisar 2 mm.
9. Penjemuran
Setelah pemotongan, kemudian dilakukan penjemuran. Irisan kerupuk yang telah di tata di atas para- para kemudian dijemur di bawah sinar matahari. Tujuan penjemuran ini, adalah untuk mengeringkan atau menurunkan kadar air yang ada pada adonan kerupuk yang telah dipotong- potong tadi. Penjemuran memanfaatkan sinar matahari dan angin untuk menyerap kadar air yang ada di dalam potongan adonan kerupuk. Penjemuran dilakukan mulai pukul 10.00 hingga 16.00 WIB yaitu selama 6 jam.
Sedangkan menurut SIPUK- Bank Sentral Republik Indonesia (2008), adonan yang telah diiris-iris kemudian dijemur sampai kering. Penjemuran dilakukan di bawah sinar matahari kurang lebih 4 jam.

10. Pengemasan
Pengemasan menggunakan plastik polypropilene, disertai dengan label dan menggunakan streples untuk menutup kemasan plastik tersebut. Tujuan dari proses pengemasan ini adalah melindungi kerupuk dari kontaminasi luar dan juga juga mempermudah proses pemasaran. Selain itu, pengemasan juga bertujuan untuk menambah estetika dan kerapian produk agar konsumen tertarik untuk membeli produk yang sudah dikemas tersebut.
11. Pemasaran
Pada unit usaha pengolahan kerupuk ikan milik ibu Misnati pemasaran sudah mencapai kota Malang. Distributor kerupuk dan pedagang kerupuk goreng datang langsung di tempat unit usaha kerupuk milik ibu Misnati. Selain itu juga dipasarkan melalui pameran di kota Probolinggo sebagai oleh- oleh khas kota Probolinggo. Kerupuk dijual dengan harga Rp 18.000 per kg.

KESIMPULAN
1. Alur proses pembuatan kerupuk ikan beloso di unit usaha milik ibu Misnati adalah proses penerimaan bahan baku, penyiangan, pencucian, perendaman ikan, persiapan bahan- bahan pembuatan kerupuk, pembuatan adonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan, pemotongan, penjemuran, pengemasan dan berlangsung kepada pemasaran produk.
2. Pengolahan kerupuk ikan beloso menggunakan pemutih kue yang melebihi batas aman,.

SARAN
1. Dalam penggunaan bahan pemutih, hendaknya memperhatikan batas aman yang disarankan yaitu 0,1% - 0,14% mengingat bahan pemutih yang digunakan dalam proses pembuatan kerupuk ikan beloso masih melebihi batas aman yaitu sebesar 0,5%.

DAFTAR PUSTAKA
SIPUK-Bank Sentral Republik Indonesia. Kerupuk Ikan. 2008.
http://www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4&no=50901&idrb=45101 [10 Oktober 2010]
Tarwiyah dan Kemal. 2009. Kerupuk. http://id.wikipedia.org/wiki/Kerupuk. [10 Oktober 2010].

abalon

II. TINJAUAN PUSTAKA



2.1. Biologi Abalone
2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi Abalone
Kerang abalone memiliki satu cangkang yang terletak pada bagian atas. Pada cangkang tersebut terdapat lubang-lubang dalam jumlah yang sesuai dengan ukuran abalone, semakin besar ukuran kerang abalone maka semakin banyak lubang yang terdapat pada cangkang. Lubang-lubang tersebut tertata rapi mulai dari ujung depan hingga belakang cangkang. Kerang abalone juga mempunyai mulut dan sungut yang terletak di bawah cangkang serta sepasang mata.
Adapun spesies abalone sebagai berikut:
Phylum : Mollusca
Class : Gastropoda
Sub class : Orthogastropoda
Ordo : Vetigastropoda
Super Family : Pleurotomarioidea
Genus : Haliotis
Spesies : Haliotis asinine
Family : Haliotidae


Gambar 1. Abalon (Haliotis asinia)
2.1.2. Habitat dan Tingkah Laku
Kerang abalone biasa ditemukan pada daerah yang berkarang yang sekaligus dipergunakan sebagai tempat menempel. Kerang abalone bergerak dan berpindah tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki. Gerakan kaki yang sangat lambat sangat memudahkan predator untuk memangsanya.
Pada siang hari atau suasana terang, kerang abalone lebih cenderung bersembunyi di karang-karang dan pada suasana malam atau gelap lebih aktif melakukan gerakan berpindah tempat. Ditinjau dari segi perairan, kehidupan kerang abalone sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Secara umum, spesies kerang abalone mempunyai toleransi terhadap suhu air yang berbeda-beda, contoh; H. kamtschatkana dapat hidup dalam air yang lebih dingin sedangkan H. asinina dapat hidup dalam air bersuhu tinggi (300C). Parameter kualitas air yang lainnya yaitu, pH antara 7-8, Salinitas 31-32 ppt, H2S dan NH3 kurang dari 1ppm serta oksigen terlarut lebih dari 3ppm.
Penyebaran kerang abalone sangat terbatas. Tidak semua pantai yang berkarang terdapat kerang abalone. Secara umum, kerang abalone tidak ditemukan di daerah estuaria yaitu pertemuan air laut dan tawar yang biasa terjadi di muara sungai. Ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adanya air tawar sehingga fluktuasi salinitas yang sering terjadi, tingkat kekeruhan air yang lebih tinggi dan kemungkinan juga karena konsentrasi oksigen yang rendah.
2.1.3 Makanan dan Kebiasaan Makan
Kerang abalone merpakan hewan herbivore, yaitu hewan pemakan tumbuh-tumbuhan dan aktif makan pada suasana gelap. Jenis makanannya adalah seaweed yang biasa disebut makro alga. Jenis seaweed/makro alga yang tumbuh dilaut sangat beraneka ragam. Secara garis besar ada 3 golongan seaweed/makro alga yang hidup di laut, yaitu; 1) makro alga merah (Red seaweeds), 2) alga coklat (Brown seaweeds), dan 3) alga hijau (Green seaweed). Ketiga golongan tersebut terbagi atas beberapa jenis dan beraneka ragam. Keragaman tersebut tidak semuanya dapat dimanfaatkan kerang abalone sebagai makanannya. Berikut ini spesies/jenis seaweed yang dapat dimanfaatkan kerang abalon sebagai berikut:
a. Makro alga merah, yaitu:
- Corallina
- Lithothamnium
- Gracilaria
- Jeanerettia
- Porphyra
b. Makro alga coklat:
- Ecklonia
- Laminaria
- Macrocystis
- Nereocystis
- Undaria
- Sargasum
c. Makro alga hijau, seperti Ulva
Abalon memiliki kebiasaan makan yang tidak tentu. Tingkah laku makan dari abalone tergantung dari tingkat pertumbuhan. Biasanya dalam sehari induk abalone menghabiskan pakan dengan dosis 20- 25 %/ BB/ hari. Dan pakan tersebut dihabiskan dalam 3 kali sehari. Sedangkan awal larva menetas atau trochopore masih tergantung pada kuning telur sebagai sumber nutrisi. Ketika mengalami metamorfosa dan menjadi veliger, larva abalone mulai melekatkan diri pada substrat atau batu dan makan mikroalga terutama epiphite diatom seperti navicula, nitzchia, ampora dan lain-lain. Saat abalone mencapai juvenil awal (panjang shell (cangkang) 4 – 5 mm) sampai abalone dewasa menyukai pakan berupa makroalga seperti rumput laut (seaweed). Jenis rumput laut yang dapat dimanfaatkan kerang abalone sebagai makanan.

2.2. Lokasi dan Wadah Pembenihan
Untuk mendukung lancarnya kegiatan operassional perawatan induk dalam pembenihan abalone, menentukan lokasi harus memperhatikan factor teknis dan factor non teknis. Beberapa aspek penting yang harus di penuhi sesuai dengan standar nasional Indonesia adalah:
a. Letak unit pembenihan di tepi pantai untuk memperoleh sumber air laut. Pantai tidak terlalu landai dengan kondisi dasar laut yang tidak berlumpur dan mudah dijangkau untuk memperlancar transportasi air/
b. Air laut harus bersih, tidak tercemar dengan salinitas 29 – 30 sppt.
c. Sumber air laut dapat di pompa minimal 20 jam / hari.
d. Peruntukan lokasi sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah / Wilayah. Persyaratan lokasi yang termasuk factor nonteknis lainnya adalah adanya beberapa kemudahan, antara lain sarana transportasi, komunikasi, instalasi listrik (PLN), tenaga kerja dan pemasaran. Selanjutnya dilakukan hal lain yang dapat menunjang kelangsungan usaha adalah adanya dukungan dari pemerintah daerah setempat, dan masyarakat sekitar sehingga bila terjadi konflik atau permasalahan yang biasanya muncul tidak akan mengancam kegiatan.
Abalon biasa ditemukan pada daerah yang berkarang yang sekaligus dipergunakan sebagai tempat menempel. Penyebaran abalon sanagt terbatas, tidak semua pantai berkarang terdapat abalon. Umumnya abalon tidak ditemukan di daerah estuarin.
Lokasi untuk abalon adalah perairan karang yang terlindung dari gelombang dan angin yang kuat. Abalon membutuhkan media air ang bersih dan jernih. Nilai parameter kualitas air untuk suhu 27-30ÂșC , salinitas 29-30 ppt, pH antara 7,6-8,1 dan DO 3,27-6,28 ppm. Jika akan dipelihara bak, kualitas airnya harus diusahakan sama seperti di perairan karang.

2.2.2. Wadah Pembenihan
Wadah-wadah yang dipersiapkan antara lain adalah: bak tandon air laut, bak beton vol 2 ton untuk pemeliharaan induk, akuarium volume 200 liter (2 buah) yang digunakan sebagai wadah kultur Isochrysis, dan Nitzchia sp. akuarium vol 100 untuk pemijahan dan pemeliharaan larva.

2.3. Perawatan Induk abalone
2.3.1 Persiapan wadah
Sebelum melakukan pemeliharaan induk, terlebih dahulu mempersiapkan wadah yang berupa bak beton kapasitas dua ton (2x1x1) m3 antara lain: Volume air yang digunakan air air sebanyak 1 ton sehingga ketinggian air / media pemeliharaan induk adalah 50 cm, pemasangan shelter / tempat berlindung induk, pemasangan sistem airasi yang kuat dan merata, pemasangan sistem sirkulasi air 24 jam (minimal penggatian air 100% / hari)
2.3.2. Seleksi Calon Induk
Seleksi Calon Induk di Lokasi Penangkapan
Induk yang dipelihara berasal dari hasil tangkapan yang dilakukan oleh masyarakat. Untuk memilih induk hasil tangkapan ini, harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Sehat; Gerakan lincah, menempel dengan keras, warna badan tidak pucat.
- Tidak cacat/luka; Cangkang sempurna (tidak pecah), badan/daging utuh tidak tergores.
- Ukuran cangkang; Minimal 3 cm., maksimal 5 cm.
Seleksi Induk di Laboratorium/Hatchery
Seleksi induk dilakukan untuk mempermudah kegiatan pemeliharaan induk dan pemijahan. Beberapa langkah yang dilakukan dalam kegiatan seleksi ini adalah:
a. Pemisahan berdasarkan jenis kelamin; dengan ciri-ciri sebagai berikut:
1) Jantan, dengan warna gonad ekrem/gading
2) Betina dengan warna gonade biru/biru kehijauan
b. Pemisahan berdasarkan Tingkat Kematangan Gonad; dengan kriteria sebagai berikut:
1) Tingkat Persiapan : isi gonad 0 – 50%.
2) Tingkat Intensif : isi gonad 50% – 75%.
3) Tingkat Pemijahan: isi gonad ≥ 75%
2.3.3. Pemberian aerasi dan shelter dalam bak pemeliharaan induk
Aerasi diberikan sampai dasar dan kuat, shelter untuk tempat berlindung induk terbuat dari pecahan/potongan pipa PVC dengan diameter > 2”
2.3.4. Pergantian dan sirkulasi air
Pergantian air secara total dilakukan setiap hari dan dilanjutkan dengan sirkulasi air apabila suplai memungkinkan.
2.3.5. Penyiphonan dan Pencucian Bak
Penyiphonan dasar bak setiap 2 hari sekali untuk membuang kotoran dan sisa pakan yang busuk.
Pencucian bak 1 kali seminggu untuk mencegah permukaan bak ditumbuhi teritip dan memutus siklus hidup hewan penggangu seperti kepiting.
2.5.6. Pengamatan dan sampling induk
Pengamatan induk dilakukan setiap hari. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kondisi induk secara keseluruhan.
2.5.7. Seleksi Induk Matang Gonade
Seleksi induk matang gonad sekali satu bulan setiap 2 atau 3 hari sebelum bulan purnama. Induk yang matang gonad akan diambil dan dipelihara secara lebih intensif dalam wadah yang lain untuk persiapan pemijahan.


2.4. Pemberian Pakan
Pemberian pakan berupa alga (Gracillaria sp. dan Hypnea sp.) dengan dosis 25% TBW / hari.



2.5. Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama merupakan hewan pengganggu dan pemangsa dalam pembenihan dan budidaya abalon. Jenis predator dalam budidaya adalah kepiting laut. Upaya pencegahan dengan cara manual pada periode waktu tertentu.
Kematian massal abalon pernah terjadi dalam tangki pembesaran yang diatasi dengan penggunaan streptomysin dan neomysin. Adapun patogen yang diduga sebagai penyebab kematian abalon adalah bakteri.