Sabtu, 02 April 2011

perubahan ikan setelah mati

Perubahan-perubahan Ikan Setelah Ikan Mati
- Hyperaemia
Hyperaemia merupakan proses terlepasnya lendir dari kelenjar-kelenjar yang ada di dalam kulit. Proses selanjutnya membentuk lapisan bening yang tebal di sekeliling tubuh ikan. Pelepasan lendir dari kelenjar lendir, akibat dari reaksi khas suatu organisme. Lendir tersebut terdiri dari gluko protein dan merupakan substrat yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
- Rigor Mortis
Seperti terjadi pada daging sapi dan daging hewan lainnya, fase ini ditandai oleh mengejangnya tubuh ikan setelah mati. Kekejangan ini disebabkan alat-alat yang terdapat dalam tubuh ikan yang berkontraksi akibat adanya reaksi kimia yang dipengaruhi atau dikendalikan oleh enzim. Dalam keadaan seperti ini, ikan masih dikatakan sebagai segar.
Rigor mortis (sering disingkat rigor) pada ikan adalah terjadinya pengejangan otot ikan setelah beberapa saat ikan mati. Segera setelah ikan mati, otot ikan menjadi lemah terkulai (fase pre rigor). Setelah beberapa saat, otot ikan mulai mengejang (fase rigor). Kejang pada ikan biasanya bermula dari ekor, berangsur-angsur menjalar sepanjang tubuh ke arah kepala. Sehabis itu, jaringan otot ikan mulai terkulai lagi (fase post rigor).
Pengamatan dilakukan tiap 2 jam sekali selama 12 jam
Tahap Prerigor :
Awal
Ikan masih fresh dan hidup, Bau amis dan segar, teksturnya masih kencang, warna cerah, badannya licin, gerakan operculumnya masih sehat, matanya masih jernih, Warna insang merah cerah, tubuhnya tidak kaku atau masih lentur.
2 jam
Ikan telah mati, mulai berbau amis, warna muali pudar, badannya mengering, insang menjadi merah pucat, tubuhnya mulai melunak.
Tahap Rigormortis :
4 jam
Ikan mulai berbau busuk, badan mulai kaku dan keras, insang merah pucat, mata menghitam dan menjorok kedalam.
Tahap Postrigor :
6 Jam
Ikan tambah berbau busuk, badan mulai melunak atau lembek, insang merah pucat dan keluar darah dari Insang, mata menghitam dan menjorok kedalam.
8 jam
Ikan lebih berbau busuk, badan mulai melunak atau lembek, insang merah pucat dan keluar darah dari Insang, mata menghitam dan menjorok kedalam, warna ikan menjadi menghitam.
10 jam
Ikan lebih berbau busuk, badan mulai melunak atau lembek, tubuhnya jika dipegang tidak kembali kebentuk semula, insang merah pucat dan keluar darah dari Insang, mata menghitam dan menjorok kedalam, warna semakin pudar.
12 jam
Ikan lebih berbau busuk, badan mulai melunak atau lembek, tubuhnya jika dipegang tidak kembali kebentuk semula, insang merah pucat dan keluar darah dari Insang, mata menghitam dan menjorok kedalam, warna semakin pudar, ikan mulai mengeluarkan lendir.
Penyebab kejang pada ikan belum sepenuhnya dimengerti, masih terus diteliti. Sejauh ini, adanya senyawa glikogen dalam otot ikan diduga sebagai penyebabnya. Glikogen adalah sejenis karbohidrat majemuk yang berfungsi sebagai cadangan tenaga. Setelah ikan mati, tidak lagi terjadi proses pembentukan senyawa glikogen dalam otot ikan. Beberapa saat kemudian, karena aksi enzim terjadi proses glikolisis yaitu senyawa glikogen terurai secara terus-menerus menjadi asam laktat (menyebabkan pH daging ikan menurun) dan akhirnya senyawa glikogen tersebut habis. Pada saat proses glikolisis inilah terjadi pengejangan otot ikan, dan otot ikan kembali terkulai setelah persediaan glikogen dalam otot ikan habis.
Pendapat lain mengatakan bahwa protein miofibrillar daging ikan berperan dalam terjadinya pengejangan otot ikan (fenomena rigor mortis) setelah beberapa saat ikan mati, sementara proses glikolisis hanya berperan dalam penurunan pH daging ikan, sebagaimana dijelaskan berikut ini.
Protein daging ikan terdiri dari protein sarkoplasma (miogen), protein miofibrillar dan protein stroma. Rata-rata komposisi protein daging ikan adalah 65 – 75 % miofibrillar, 20 –30 % sarkoplasma dan 5 – 8 % stroma. Protein miofibrillar terdiri dari miosin dan aktin. Model molekul miosin terdiri dari bagian kepala dan ekor. Pada bagian kepala molekul miosin terdapat H-meromiosin (HMM), sedangkan pada bagian ekornya terdapat L-meromiosin (LMM). HMM cepat mengendap, sedangkan LMM lambat mengendap. HMM mempunyai aktivitasATP- ase dan kemampuan mengikat aktin, sedangkan LMM tidak mempunyai fungsi-fungsi biologis. Segera setelah ikan mati terjadi fase pre rigor yang ditandai dengan; pH daging ikan sekitar 7, ikatan antara aktin dengan miosin putus, dan otot ikan mengalami relaksasi sehingga menjadi kenyal-lunak. Beberapa saat kemudian terjadi fase rigor mortis yang ditandai dengan; pH daging ikan menurun sampai sekitar 6, dan terjadi penguraian senyawa ATP (Adenosine Triphosphate) dalam otot ikan menjadi ADP (Adenosineb Diphosphate) oleh aktivitasATP-ase dari H-meromiosin (HMM), yang menyebabkan otot ikan mengalami kontraksi sehingga menjadi kaku (Suzuki, 1981; Rahayu et. al., 1992).
Lamanya fase rigor (masa kejang) pada ikan berlangsung beberapa jam sampai beberapa hari, tergantung pada sejumlah faktor antara lain:
a. Jenis dan Ukuran Ikan
Pada jenis ikan yang sama, ikan yang berukuran kecil biasanya lebih cepat fase rigornya dibanding ikan besar.
b. Kondisi Fisik Ikan
Ikan yang kondisi fisiknya lemah sebelum ditangkap, misalnya karena kurang bergizi makanannya, baru bertelur dan lain-lain, memiliki fase rigor lebih cepat dibanding ikan yang kondisi fisiknya kuat.
c. Tingkat Keletihan Ikan
Jenis alat tangkap yang digunakan (trawl, seine, pancing dan lain-lain) umumnya sangat berpengaruh terhadap tingkat keletihan ikan. Ikan yang lama berjuang keras menghadapi kematiannya dalam jaring sebelum ditarik ke kapal akan kehabisan banyak cadangan tenaga sehingga fase rigornya lebih cepat.
d. Suhu Penyimpanan Sesudah Ikan Ditangkap
Semakin rendah suhu penanganan ikan segera setelah ditangkap, semakin lama fase rigornya. Ikan tenggiri dan tongkol yang segera di-es setelah ditangkap dengan payang di perairan Pelabuhan Ratu, masih dalam keadaan kejang (fase rigor) sampai hari ke tiga di dalam peti es berinsulasi.

- Autolysis
Fase ini terjadi setelah terjadinya fase rigor mortis. Pada fase ini ditandai ikan menjadi lemas kembali. Lembeknya daging Ikan disebabkan aktivitas enzim yang semakin meningkat sehingga terjadi pemecahan daging ikan yang selanjutnya menghasilkan substansi yang baik bagi pertumbuhan bakteri.
Autolisis berarti self digestion, yaitu setelah mencapai fase post-rigor, enzim proteolisis (pengurai protein) dan enzim lipolisis (pengurai lemak) yang terdapat dalam tubuh ikan segera melancarkan aksinya, menguraikan protein dan lemak menjadi senyawa yang lebih sederhana seperti asam amino dan asam lemak.
Autolisis pada ikan lebih didominasi oleh enzim proteolisis karena kadar protein dalam daging ikan jauh lebih banyak dibanding dengan kadar lemaknya. Dalam perut ikan ditemukan enzim proteolisis pepsin dan tripsin. Sedangkan dalam daging ikan ditemukan enzim proteolisis katepsin. Suhu optimum untuk autolisis adalah 400 C dan berhenti pada suhu 650 C. Sedangkan pada suhu –140C autolisis terhambat.
Terjadinya kemunduran mutu secara autolisis pada ikan dapat ditandai dengan bola mata ikan agak cekung dan korneanya agak keruh, warna insang merah coklat dan sedikit berlendir, lapisan lendir permukaan badan agak keruh, tekstur daging agak lunak dan belum tercium bau amoniak.


- Bacterial decomposition (dekomposisi oleh bakteri)
Pada fase ini bakteri terdapat dalam jumlah yang banyak sekali, sebagai akibat fase sebelumnya. Aksi bakteri ini mula-mula hampir bersamaan dengan autolysis, dan kemudian berjalan sejajar. Bakteri menyebabkan ikan lebih rusak lagi, bila dibandingkan dengan autolisis. Bakteri adalah jasad renik yang sangat kecil sekali, hanya dapat dilihat dengan mikroskop yang sangat kuat dan tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Jenis-jenis bakteri tersebut adalah: Pseudomonas, Proteus Achromobacter, Terratia, dan Elostridium.
Selama ikan masih dalam keadaan segar, bakteri-bakteri tersebut tidak mengganggu. Akan tetapi jika ikan mati, suhu badan ikan menjadi naik, mengakibatkan bakteri-bakteri tersebut segera menyerang. Segera terjadi pengrusakan jaringan-jaringan tubuh ikan, sehingga lama kelamaan akan terjadi perubahan komposisi daging. Mengakibatkan ikan menjadi busuk. Bagian-bagian tubuh ikan yang sering menjadi terget serangan bakteri adalah :
• Seluruh permukaan tubuh,
• Isi perut,
• Insang.
Beberapa hal yang menyebabkan ikan mudah diserang oleh bakteri adalah sebagai berikut:
• Ikan segar dan kerang-kerangan mengandung lebih banyak cairan dan sedikit lemak, jika dibanding dengan jenis daging lainnya. Akibatnya bakteri lebih mudah berkembang biak.
• Struktur daging ikan dan kerang-kerangan tidak begitu sempurna susunannya, dibandingkan jenis daging lainnya. Kondisi ini memudahkan terjadinya penguraian bakteri.
• Sesudah terjadi peristiwa rigor, ikan segar dan kerang-kerangan mudah bersifat alkaline/basa. Kondisi Ini memberikan lingkungan yang sesuai bagi bakteri untuk berkembang biak.
http://id.shvoong.com/exact-sciences/1790308-proses-pembusukan-ikan/

http://www.smallcrab.com/makanan-dan-gizi/659-penurunan-mutu-dan-proses-pembusukan-ikan

http://zonaikan.wordpress.com/2009/07/22/perubahan-perubahan-setelah-ikan-mati/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar