Sabtu, 02 April 2011

analisis residu khlor aktif

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Sanitasi dan hygiene merupakan suatu usaha kesehatan preventif yang menitik beratkan pada kegiatan dibidang pencegahan penyakit. Tujuannya adalah untuk mencegah timbulnya penyakit dan keracunan serta gangguan kesehatan sebagai akibat dari adanya interaksi faktor lingkungan hidup dengan manusia. Sanitasi itu sendiri sebagai penciptaan/pemeliharaan kondisi yg mampu mencegah terjadinya kontaminasi pada makanan. Sanitasi dan dalam pengolahan hasil perikanan merupakan kegiatan pengusaha untuk menciptakan keadaan yang baik bagi usaha pengolahan hasil perikanan yang dikelolanya sesuai dengan syarat- syarat kesehatan manusia. Sanitasi yang baik pada akhirnya akan dihasilkan produk yang higienis (Adis, 2010).
Sanitasi dan higiene tujuan utamanya adalah untuk mencegah terjadinya mencegah kontaminasi, baik secara fisik, kimiawi dan biologi, sebagai syarat kesehatan konsumsi manusia. Sebagai salah satu contoh terjadinya kontaminasi kimia adalah masih adanya residu khlor sebagai akibat adanya khlorinasi air. Adanya khlorinasi air ini akan sering kita temui pada area unit pengolahan hasil perikanan, seperti pada cold storage dan ruang proses yang berfungsi sebagai desinfektan.
Klorinasi air perlu dilakukan untuk menginaktifkan organisme-organisme bakteri dan virus patogenik yang dapat dipindahkan melalui air. Biasanya patogen utama yang terdapat di dalam air tersebut berasal dari kotoran manusia, seperti Salmonella thypi, Salmonella parathypi, Bacillus shigella, dan Vibrio cholerae. Sedangkan dalam khlorinasi air ini sendiri, membutuhkan zat kimia yang digunakan untuk desinfeksi air. Dari berbagai macam-macam zat kimia yang digunakan untuk khlorinasi air, klor adalah zat kimia yang sering dipakai karena harganya murah dan masih mempunyai daya desinfeksi sampai beberapa jam setelah pembubuhannya (residu khlor).
Khlor secara spesifik merupakan unsur kimia dengan nomor atom 17 dan simbol Cl, yang termasuk dalam golongan halogen. Khlor memiliki unsur murni yang mempunyai keadaan fisik berbentuk gas, berwarna kuning kehijauan yang dapat bergabung dengan hampir seluruh unsur lain karena merupakan unsur bukan logam yang sangat elektronegatif. Untuk senyawa khlor yang digunakan adalah gas, cair dan padat. Khlor ini berasal dari gas khlor Cl2, NaCl2, Ca(OCl)2 (kaporit) atau larutan HOCl (Asam Hipoklorit).
Dari khlorinasi air yang tidak sesuai ketentuan, biasanya mengakibatkan adanya residu dari khlor tersebut yang dapat membahayakan jika terjadi kontaminasi. Dari terjadinya kontaminasi tersebut menyebabkan kerugian, antara lain menyebabkan keracunan, keamanan/bahaya penggunaan terhadap kesehatan, dan dicurigai bersifat karsiogenik.
Residu khlorin terdapat dalam 2 bentuk yaitu residu klorin terikat, dan residu khlorin bebas. Residu khlorin terikat, khlorin diikat secara alamiah dalam air. Sedangkan khlorin bebas, bila khlorin ditambahkan secukupnya untuk memproduksi klorin bebas.
Bertitik tolak dari hal tersebut, maka perlu adanya analisa tentang adanya residu khlorin. Hal ini dikarenakan residu khlorin dikategorikan sebagai zat kimia yang juga berbahaya bagi kesehatan manusia. Selain itu sebagai salah satu syarat untuk memenuhi sanitasi dan hygiene yang baik (Supenti, 2011)

1.2 Maksud dan Tujuan
1.2.1 Maksud
Adapun maksud dari kegiatan praktikum ini, adalah untuk mengenal dan mengetahui cara tentang melakukan khlorinasi air.
1.2.2 Tujuan
Tujuan dari Praktikum Analisa Residu Khlorin ini adalah:
a. Untuk mengetahui ada atau tidaknya residu khlorin aktif
b. Untuk mengetahui perhitungan residu khlorin aktif
c. Untuk menganilisis residu khlorin aktif terhadap proses khlorinasi air

1.3 Waktu dan Tempat
1.3.1 Waktu
Waktu pelaksanaan kegiatan prektikum ini dilaksanakan pada:
Hari : Rabu
Tanggal : 19 Januari 2011
Jam : 11.30 s/d 14.00 WIB
1.3.2 Tempat
Pelaksanaan kegiatan praktikum ini dilaksanakan di Laboraturium Uji Mutu Kampus Industri Perikanan Sidoarjo, Jalan Raya Buncitan, Kotak Pos 1, Sedati, Sidoarjo.
II. METODOLOGI

2.1 Peralatan dan Fungsinya
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan praktikum antara lain sebagai berikut:
a. Beakerglass
Beaker glass merupakan salah satu alat yang digunakan sebagai wadah perlakuan untuk khlorinasi air. Antara lain untuk pembuatan larutan khlorin dan analisis residu khlor aktif. Sedangkan menurut Adman (2010), beakerglass berupa gelas tinggi, berdiameter besar dengan skala sepanjang dindingnya. Terbuat dari kaca borosilikat yang tahan terhadap panas hingga suhu 200 oC. Ukuran alat ini ada yang 50 mL, 100 mL dan 2 L. Fungsinya adalah Untuk mengukur volume larutan yang tidak memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi, menampung zat kimia, memanaskan cairan, media pemanasan cairan.
b. Pipet
Pipet dalam kegiatan praktikum ini adalah untuk mengambil larutan kanji dengan volume 1 ml. Pipet ini bekerja secara manual, yaitu dengan menggunakan bantuan tangan. Pipet adalah alat untuk mengambil cairan dalam jumlah tertentu maupun takaran bebas.
c. Mikropipet
Mikropipet merupakan alat yang bekerja menggunakan energi dari baterai dalam bentuk energi listrik. Mikropipet digunakan untuk mengambil larutan Na2S2O3 untuk dipindahkan ke dalam pipet volume yang terpasang pada buret. Dan secara spesifiknya, mikropipet mengukur volume dengan ukuran mikro.

d. Gelas Ukur
Gelas ukur digunakan untuk mengukur volume aquades yang telah ditentukan beserta larutan lainnya. Gelas ukur yang digunakan memiliki ukuran volume hingga 500 ml.
e. Timbangan Digital
Timbangan digital digunakan untuk menghitung takaran atau berat dari KI (kalium iodida), kanji, dan kaporit. Timbangan digital bekerja secara otomatis dan bekerja menggunakan energi listrik.
f. Pengaduk
Pengaduk terbuat dari bahan gelas, bersifat mudah pecah. Dan digunakan sebagai alat untuk mengaduk larutan atau untuk menghomogenkan antara zat terlarut dengan pelarut.
g. Cawan Petri
Dalam kegiatn praktikum ini, cawan petri tidak digunakan sebagai alat untuk pemiaraan bakteri, melainkan sebagai wadah untuk menimbang bahan-bahan yang dibutuhkan di atas timbangan digital.
h. Buret
Berupa tabung kaca bergaris dan memiliki kran di ujungnya. Ukurannya mulai dari 5 dan 10 mL (mikroburet) dengan skala 0,01 mL, dan 25 dan 50 mL dengan skala 0,05 mL. Untuk mengeluarkan larutan dengan volume tertentu, biasanya digunakan untuk titrasi (Adman,2010). Sedangkan dalam kegiatan praktikum buret digunakan untuk meneteskan larutan Na2S2O3 terhadap sampel pengujian.

2.2 Bahan dan Fungsinya
Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan praktikum menggunakan bahan sebagai berikut:
a. Khlor
Khlor yang dibutuhkan adalah kaporit dan secara kimia adalah Ca(OCl)2. Khlor yang dibutuhkan, harus sesuai dengan berdasarkan satuan ppm yang telah ditentukan. Kaporit yang digunakan dapat diperhitungkan sebagai berikut:
• 10 ppm
Berat khlor dalam tiap liter air
mg khlor =
=
= 10 mg/ml khlor
Berat khlor dalam 150 ml air
mg khlor =
= 1,5 mg
• 20 ppm
Berat khlor dalam tiap liter air
mg khlor =
=
= 20 mg/ml khlor

Berat khlor dalam 150 ml air
mg khlor =
= 3 mg
• 50 ppm
Berat khlor dalam tiap liter air
mg khlor =
=
= 50 mg/ml khlor
Berat khlor dalam 150 ml air
mg khlor =
= 7,5 mg
• 100 ppm
Berat khlor dalam tiap liter air
mg khlor =
=
= 100 mg/ml khlor
Berat khlor dalam 150 ml air
mg khlor =
= 15 mg


• 500 ppm
Berat khlor dalam tiap liter air
mg khlor =
=
= 500 mg/ml khlor
Berat khlor dalam 150 ml air
mg khlor =
= 75 mg
b. Aquades
Aquades yang dibutuhkan antara lain dengan volume sebagai berikut:
• 150 mL aquades untuk melarutkan kaporit sehingga menjadi larutan kaporit.
• 1 Liter aquades untuk membuat larutan kanji
c. Asam Asetat Glacial
Asam asetat glacial merupakan larutan asam yang digunakan untuk ditambahkan pada 20 mL sampel larutan khlorinasi. Asam asetat glacial yang digunakan bervolume 5 mL.
d. KI (Kalium Iodida)
Kalium Iodida merupakan serbuk zat kimia yang terdiri dari unsur Kalium dan Iodida. Kalium Iodida yang digunakan seberat 1 gram. Kalium Iodida digunakan untuk ditambahkan pada larutan khlorin yang sudah terhomogenkan dengan larutan asam asetat glacial.

e. Na2S2O3 (Natrium Triosulfat)
Natrium Triosulfat adalah larutan yang tersusun atas beberapa unsur kimia. Unsur-unsur tersebut antara lain 2 atom Na, 2 atom S dan 3 atom O. Natrium Triosulfat merupakan larutan yang digunakan untuk merubah warna larutan dari sampel berubah menjadi bening. Kebutuhannya berbeda-beda sesuai dengan volume untuk titrasinya. Normalitas Natrium Triosulfat adalah 0,01N.
f. Larutan Kanji
Larutan Kanji tersusun atas 5 gram kanji dan 1 liter air. Sedangkan kebutuhan larutan yang digunakan hanya dalam volume 1 ml saja. Larutan kanji digunakan setelah sampel ditambahkan dengan Natrium Triosulfat, biasanya warna dapat berubah menjadi warna biru.

2.3. Prinsip Analisis
Prinsip analisis pada metode iodometri ini, dikhususkan pada khlor aktif.
Khlor aktif akan membebaskan iodin I2 dari larutan kalium iodida. Jika pH <8 (terbaik adalah pH < 3 atau 4), sesuai reaksinya. Sebagai indikator menggunakan kanji yang merubah sesuatu larutan yang mengandung iodin menjadi biru. Untuk menentukan jumlah khlor aktif, iodin yang telah dibebaskan oleh khlor aktif tersebut dititrasikan dengan larutan standard natrium triosulfat sesuai reaksinya. Titik akhir titrasi dinyatakan dengan hilangnya warna biru dari larutan. Asam asetik atau dalam praktikum ini menggunakan asam asetat galcial harus digunakan untuk menurunkan pH larutan 3-4.
3.1 Hasil
Hasil kegiatan praktikum yang telah dilaksanakan, tersaji dala tabel 1. Sebagai berikut:
No. Kelompok Sampel Volume Titrasi Na2S2O3
1. I 10 ppm 0,6 mL
2. II 20 ppm 3 mL
3. III 50 ppm 11,8 mL
4. IV 100 ppm 27 mL
5. V 500 ppm 79,5 mL
Tabel 1. Data Kelas Volume Titrasi Na2S2O3 untuk Sampel
3.2 Perhitungan
Untuk menghitung residu khlor aktif dari tiap-tiap kelompok menggunakan perhitungan sebagai berikut:


Keterangan:
A : Volume titrasi Na2S2O3 untuk sampel
B : Volume titrasi Na2S2O3 untuk blanko
N : Normalitas larutan titran
BM Cl : 35,453

a. 10 ppm
Khloraktif (mg/L) =
=
=
=
= -0,078 mg/L
Karena hasil dari perhitungan ini bernilai negatif maka tidak ada residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 10 ppm.
b. 20 ppm
Khloraktif (mg/L) =
=
=
=
= -0,0035 mg/L
Karena hasil dari perhitungan ini bernilai negatif maka tidak ada residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 20 ppm.

c. 50 ppm
Khloraktif (mg/L) =
=
=
=
= 0,12 mg/L
Karena hasil dari perhitungan ini bernilai positif, maka terdapat residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 10 ppm. Residu Khlor aktif yang dihasilkan adalah sebesar 0,12 mg/L.
d. 100 ppm
Khloraktif (mg/L) =
=
=
=
= 0,39 mg/L
Karena hasil dari perhitungan ini bernilai negatif maka terdapat residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 100 ppm. Residu khlor aktif yang dihasilkan adalah sebesar 0,39 mg/L.

d. 500 ppm
Khloraktif (mg/L) =
=
=
=
= 1,32 mg/L
Karena hasil dari perhitungan ini bernilai negatif maka terdapat residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 500 ppm. Residu khlor aktif yang dihasilkan adalah sebesar 1,32 mg/L.


IV. PEMBAHASAN

4.1 Analisis Prosedur
4.1.1 Prosedur Pembuatan Blanko
a. Persiapan Air (H2O)
Sebagai sampel untuk prosedur ini adalah air. Air merupakan senyawa hidrogen yang tersusun atas 2 atom H dan satu atom O. Untuk semua dosis khlor menggunakan blanko yang sama, berarti blanko ini juga merupakan penentu untuk mengetahui residu khlorin aktif. Air dihitung titrasinya sebagai blanko untuk perhitungan residu khlor aktif dalam praktikum ini. Air yang digunakan sebagai sampel bervolume 20 mL, dapat menentukan volumenya dengan menggunakan gelas ukur.
b. Penambahan Asam Asetat Glacial
Pada air ditambahkan asam asetat glacial dengan volume sebesar 5 mL. Dengan menggunakan gelas ukur, dapat diperoleh volume asam asetat yang tepat. Asam asetat glacial tersebut dituangkan ke dalam air dan dapat dilakukan pengecaekan pH menggunakan kertas lakmus. Dalam penambahan asam asetat ini, diperoleh pH sebesar 3 yang merupakan kondisi asam. Guna dari penambahan asam asetat galcial ini adalah untuk menurunkan pH dari sampel. Karena pada pH antar 3-4, tepat untuk membebaskan kandungan iodin.
c. Penambahan Kalium Iodida (KI)
Kalium iodida ditambahkan pada sampel. Dan pada awalnya kalium iodida ini mengalami penimbangan dengan berat KI 5 gram. Penambahan KI ini menyebabkan terjadinya perubahan warna. Warna larutan berubah menjadi warna kuning hingga kuning kemerah-merahan. Tujuan dari penambahan kalium iodida ini adalah sebagai indikator penyebab terjadinya perubahan warna kuning pada sampel.
d. Titrasi Larutan Na2S2O3 (Natrium Triosulfida) 1
Penambahan kalium iodida menyebabkan sampel mengalami perubahan warna. Sehingga untuk merubah warna sampel menjadi tepat bening adalah dengan melakukan titrasi larutan Na2S2O3. Lebih khususnya perlakukan titrasi ini adalah untuk membebaskan khlor aktif dari iodin (I2) akibat penambahan KI (kalium iodida). Na2S2O3 yang digunakan, memiliki nomalitas sebesar 0,01 N.
Titrasi ini menggunakan alat buret yang bekerja dengan cara meneteskan Natrium triosulfat pada sampel. Volume natrium triosulfat harus diperhatikan jumlahnya, agar kita dapat mengetahui volume titrasi natrium triosulfat untuk sampel. Titrasi ini dilakukan hingga sampel menjadi benar-benar mengalami perubahan warna menjadi tepat bening.
Dari prosedur ini,. Diperoleh hasil volume titrasi Na2S2O3 untuk blanko adalah sebesar 5 mL. Atau pada buret meneteskan natrium triosulfida sebanyak 5 tetes.
4.1.2 Prosedur Pembuatan Larutan Khlorin
a. Persiapan Kaporit
Khlor yang digunakan adalah kaporit. Kaporit (Kalsium hipoklorit) adalah senyawa kimia yang memiliki rumus kimia CaCl(OCl)2. Kaporit biasanya digunakan untuk menjernihkan air. Kalsium hipoklorit adalah padatan putih yang siap didekomposisi di dalam air untuk kemudian melepaskan oksigen dan klorin. Kalsium hipoklorit memiliki aroma klorin yang kuat. Senyawa ini tidak terdapat di lingkungan secara bebas (Anonimous, 2011).
Kaporit yang digunakan sesuai dengan kadar ppm yang telah ditentukan. Berat kaporit harus diperhitungkan terlebih dahulu untuk dapat mengetahui berat kaporit yang dibutuhkan. Perhitungan kaporit tersebut tertera pada Subbab 2.2. Dengan hasil :
No. Kadar ppm Berat Kaporit (mg) Berat Kaporit (gram)
1. 10 ppm 1,5 mg 0,015 gram
2. 20 ppm 3 mg 0,03 gram
3. 50 ppm 7,5 mg 0,075 gram
4. 100 ppm 15 mg 0,15 gram
5. 500 ppm 75 mg 0,75 gram

Tabel 2. Perhitungan Kaporit dalam Dosis Khlornya (ppm)
b. Penimbangan Kaporit
Setelah berat kaporit dihitung sesuai kadar tiap-tiap ppm-nya, maka kaporit tersebut siap untuk dilakukan penimbangan menggunakan digital. Timbangan digital bekerja menggunakan energi listrik, untuk pengoperasiannya adalah sebagai berikut:
• Mencolokkan steker pada sumber listrik
• Menekan tombol ON pada timbangan digital
• Menunggu layar angka pada timbangan, hingga menunjukkan angka 0
• Meletakkan wadah di atas timbangan digital sebagai wadah untuk kaporit
• Menekan tombol zero, sehingga layar akan menunjukkan angka 0
• Mengisi wadah dengan serbuk kaporit
• Apabila berat kaporit yang ditimbang berlebih, maka dapat mengurangi kaporit pada wadah, dan sebaliknya apabila kurang, maka dengan mengisi lagi dengan kaporit hingga angka pada layar menunjukkan berat yang tepat pada kaporit. Satuan untuk berat pada timbangan digital adalah miligram.
• Setelah selesai melakukan penimbangan, maka wadah yang sudah terisi kaporit dipindahkan. Kemudian tekan tombol OFF untuk mematikan. Lalu cabut steker dari sumber listrik.
Tujuan dari penimbangan ini adalah untuk mendapatkan berat kaporit sesuai dengan yang dibutuhkan dalam praktikum. Sehingga data yang diperoleh pun lebih akurat.
c. Pelarutan Khlorin dengan Air
Tahap ketiga ini adalah melarutkan khlorin dengan air, sehingga menjadi larutan khlorin. Larutan ini terdiri atas kaporit yang telah mengalami penimbangan dan air dengan volume 150 mL. Larutan tersebut melalui proses pengadukan sehingga kaporit benar-benar homogen dengan air tersebut. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mendapatkan larutan khlorin yang sudah ditentukan kadar ppm-nya antara lain untuk kadar 10 ppm, 20 pppm, 50 pppm, 100 ppm, dan 500 ppm, yang ada pada 150 mL volume air (H2O). Dan akan terjadi reaksi hidrolisa sebagai berikut:
CaCl(OCl)2(kaporit) + 2H2O 2HOCl + Ca(OH) 2 (1)
HOCl OCl¯ + H¯ (2)
d. Pendiaman Larutan Khlorin
Larutan khlorin yang sudah dihomogenkan, kemudian didiamkan selama 30 menit. Penghomogenan dilakukan dengan cara diaduk. Tujuannya adalah untuk menurunkan kadar khlorin yang terdapat di dalam larutan tersebut karena mengalami pengendapan.
e. Analisis Residu Khlor Aktif
Larutan khlorin yang merupakan hasil akhir dari prosedur kerja ini, diambil sebagian dengan volume 20 mL, sebagai perwakilan dari 150 mL larutan khlorin untuk dianalisis residu khlor aktifnya. Tujuan dari analisis residu khlor aktif ini sesuai dengan penjelasan di atas, adalah untuk mengetahui residu khlor aktif yang terkandung dalam kadar ppm yang telah ditentukan. Analisis ini menggunakan metode iodometri. Untuk lebih jelasnya akan dijelaskan pada Prosedur Analisis Residu Khlor Aktif pada bab berikut ini.
4.1.3 Prosedur Analisis Residu Khlor Aktif
Prosedur analisis ini sangat penting untuk dilakukan, agar dapat diketahui rseidu dari khlor aktif yang terkandung di dalam khlorinasi air. Metode yang digunakan adalah metode iodometri. Metode iodometri merupakan metode yang menggunakan cara titrasi terhadap sampel. Selain itu metode ini sering digunakan di Laboraturium. Prosedur ini tersaji dalam penjelasan di bawah ini:
a. Persiapan Larutan Khlorin
Larutan khlorin yang sudah didiamkan diambil 20 mL, tujuannya untuk dilakukan analisis residu khlor aktifnya. Pengukuran volume air menggunakan gelas ukur. Kemudian larutan tersebut diletakkan dalam wadah beakerglass.
b. Penambahan Asam Asetat Glacial
Setelah pengukuran sampel, kemudian menambahkan asam asetat glacial (CH3COOH) pada larutan sampel tersebut. Sedangkan asam asetat yang digunakan bervolume 5 mL. Tujuan dari penambahan asam asetat glacial adalah untuk menurunkan pH 3 sampai 4 dari larutan khlorin yang digunakan sebagai sampel.
Dari penambahan asam ini, maka diperoleh pH 3-4 dan larutan tidak mengalami perubahan warna, atau larutan tetap bening. Penghitungan pH menggunakan kertas lakmus. Penggunaan kertas lakmus dengan cara mencelupkan kertas di dalam beakerglass yang terisi oleh larutan khlorin dan asam asetat glacial. Setelah itu pada kertas lakmus yang sudah basah, akan terjadi perubahan warna dan untuk mengetahi pHnya dapat mencocokkan kertas tersebut dengan indikator pH yang dapat diketahui dari warna pada kertas tersebut.
c. Penambahan Kalium Iodida (KI)
Kalium iodida ditambahkan pada sampel. Dan pada awalnya kalium iodida ini mengalami penimbangan dengan berat KI 5 gram. Penambahan KI ini menyebabkan terjadinya perubahan warna. Warna larutan berubah menjadi warna kuning hingga kuning kemerah-merahan. Tujuan dari penambahan kalium iodida ini adalah sebagai indikator penyebab terjadinya perubahan warnan kuning hingga kunig kemerahan. Dan menyebabkan terjadinya adanya kandungan iodida pada khlor aktif yang ada pada sampel. Reaksi yang terjadi dari penambahan KI ini adalah sebagai berikut:
OCl¯ + 2KI + 2CH3COOH I2 + 2KCH3COO + Cl¯ + 2H2O (3)
d. Titrasi Larutan Na2S2O3 (Natrium Triosulfida) 1
Penambahan kalium iodida menyebabkan sampel mengalami perubahan warna. Sehingga untuk merubah warna sampel menjadi tepat bening adalah dengan melakukan titrasi larutan Na2S2O3. Lebih khususnya perlakukan titrasi ini adalah untuk membebaskan khlor aktif dari iodin (I2) akibat penambahan KI (kalium iodida). Na2S2O3 yang digunakan, memiliki nomalitas sebesar 0,01 N.
Titrasi ini menggunakan alat buret yang bekerja dengan cara meneteskan Natrium triosulfat pada sampel. Volume natrium triosulfat harus diperhatikan jumlahnya, agar kita dapat mengetahui volume titrasi natrium triosulfat untuk sampel. Titrasi ini dilakukan hingga sampel menjadi benar-benar mengalami perubahan warna menjadi tepat bening.
e. Penambahan Larutan Kanji
Larutan kanji digunakan sebagai indikator penyebab terjadinya perubahan warna biru pada sampel. Warna biru terjadi apabila pada larutan masih mengandung iodin (I2). Untuk menentukan khlor aktif, iodin yang telah dibebaskan oleh khlor aktif tersebut dititrasikan dengan larutan standard natrium triosulfat sesuai dengan reaksi:
I2 + 2Na2S2O3 Na2S4O6 + NaI (4)
Larutan kanji terbuat dari 5 gram kanji dan 1 liter air. Larutan tersebut dihomogenkan dengan cara melakukan pengadukan. Setelah itu, diambil 1 mL dari larutan kanji menggunakan pipet dan diteteskan pada sampel. Setelah melakukan penetesan larutan kanji, maka akan terjadi perubahan warna biru. Namun dalam praktikum ini, tidak ada salah satupun yang mengalami perubahan warna biru pada sampel dengan dosis khlor 10 ppm, 20 ppm, 50 ppm, 100 ppm dan 500 ppm. Jadi hal ini menunjukkan bahwa semua larutan sudah tidak mengandung iodin lagi. Dan apabila terdapat kandungan iodin yang disertai terjadinya perubahan warna, maka dilakukan titrasi natrium triosulfida kembali.
f. Titrasi Larutan Na2S2O3 (Natrium Triosulfida) 2
Apabila terjadi perubahan warna biru akibat penambahan larutan kanji, maka perlu dilakukan titrasi dengan larutan natrium triosulfida hingga terjadi perubahan warna menjadi tepat bening. Apabila sudah bening, berarti larutan tersebut tidak mengandung iodin.
Namun dalam praktikum ini, tidak ditemukan terjadinya perubahan warna biru. Sehingga tidak perlu melakukan titrasi natrium triosulfida yang kedua.
Dengan demikian hubungan antara jumlah klor dan jumlah titran adalah sebagai berikut:
CaCl(OCl)2(kaporit) + 2H2O 2HOCl + Ca(OH) 2 (5)
HOCl OCl¯ + H¯

Cl¯ tidak aktif
OCl¯ + 2KI + 2CH3COOH I2 + 2KCH3COO + Cl¯ + 2H2O
KI sisa KI

4.2 Analisa Hasil
Dari hasil praktikum tentang residu khlorin aktif yang tercantum pada subbab 3.1, dapat dianalisis sebagai berikut:
a. Dosis khlorin 10 ppm
Dari dosis khlorin 10 ppm, berat dari kaporit yang digunakan adalah 1,5 mg sesuai dengan perhitungan subbab 2.2. Sedangkan volume titrasi larutan Na2S2O3 adalah sebesar 0,6 mL yang telah tercantum pada subbab 3.1. Sehingga dapat diketahui perhitungan residu khlor yang terkandung pada khlorinasi air yang sesuai pada subbab -0,078 mg/L. Karena hasil dari perhitungan ini bernilai negatif maka tidak ada residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 10 ppm.
b. Dosis khlorin 20 ppm
Dari dosis khlorin 20 ppm, berat dari kaporit yang digunakan adalah 3 mg sesuai dengan perhitungan subbab 2.2. Sedangkan volume titrasi larutan Na2S2O3 adalah sebesar 3 mL yang telah tercantum pada subbab 3.1. Sehingga dapat diketahui perhitungan residu khlor yang terkandung pada khlorinasi air yang sesuai pada subbab -0,0035 mg/L. Karena hasil dari perhitungan ini bernilai negatif maka tidak ada residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 20 ppm.
c. Dosis khlorin 50 ppm
Dari dosis khlorin 50 ppm, berat dari kaporit yang digunakan adalah 7,5 mg sesuai dengan perhitungan subbab 2.2. Sedangkan volume titrasi larutan Na2S2O3 adalah sebesar 11,8 mL yang telah tercantum pada subbab 3.1. Sehingga dapat diketahui perhitungan residu khlor yang terkandung pada khlorinasi air yang sesuai pada subbab 0,12 mg/L. Karena hasil dari perhitungan ini bernilai positif, maka terdapat residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 50 ppm.
d. Dosis khlorin 100 ppm
Dari dosis khlorin 100 ppm, berat dari kaporit yang digunakan adalah 15 mg sesuai dengan perhitungan subbab 2.2. Sedangkan volume titrasi larutan Na2S2O3 adalah sebesar 27 mL yang telah tercantum pada subbab 3.1. Sehingga dapat diketahui perhitungan residu khlor yang terkandung pada khlorinasi air yang sesuai pada subbab 0,39 mg/L. Karena hasil dari perhitungan ini bernilai positif, maka terdapat residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 100 ppm.
d. Dosis khlorin 500 ppm
Dari dosis khlorin 500 ppm, berat dari kaporit yang digunakan adalah 75 mg sesuai dengan perhitungan subbab 2.2. Sedangkan volume titrasi larutan Na2S2O3 adalah sebesar 79,5 mL yang telah tercantum pada subbab 3.1. Sehingga dapat diketahui perhitungan residu khlor yang terkandung pada khlorinasi air yang sesuai pada subbab 1,32 mg/L. Karena hasil dari perhitungan ini bernilai positif, maka terdapat residu khlorin yang dihasilkan dari perlakuan khlorinasi air 50 ppm.

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilaksanakan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
a. Residu khlor aktif yang tertinggi terdapat pada khlor yang berdosis 500 ppm, dengan nilai sebesar 1,32 mg/L.
b. Yang tidak terdapat residu khlor aktif adalah pada larutan khlorin dengan dosis 10 dan 20 ppm.
c. Sedangkan yang terdapat residu khlor aktif adalah pada larutan khlorin dengan dosis 50 ppm, 100 ppm dan 500 ppm.
d. Pada praktikum ini, semua larutan khlorin tidak melakukan titrasi Na2S2O3 yang kedua, karena pada penambahan 1mL larutan kanji, tidak terjadi perubahan warna.
e. Prosedur kerja dalam praktikum ini, secara berturut-turut meliputi pembuatan blanko untuk mengetahui titrasi Na2S2O3 pada blanko, dan pembuatan larutan khlorin serta analisis residu khlorin aktif dengan metode iodometri.

5.2 Saran
Adapun saran yaang dapat diambil dari kegiatan praktikum ini, adalah sebagai berikut:

a. Peralatan yang lengkap, akan mendukung proses kegiatan praktikum.
b. Ketelitian dalam menghitung berat dan volume perlu dilakukan, sehingga data yang diperoleh akan lebih akurat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar